Oleh Soheb Nur hafid IAT 5B

Dewasa ini dalam mencari nafkah sudah memiliki berbagai cara serta fariasi, akan tetapi semua cara tersebut pasti memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing. Selain itu juga memiliki tanggung jawab yang harus diterimanya baik di dunia langsung (sesame manusia) maupun di akhiat kelak (kepada Tuhan). Salah satu cara dalam mencari nafkah tersebut adalah perdagangan atau jual beli. Tentu kita semua sudah mengetahui bahwa hukum dalam melakukan transaksi atau bisnis jual beli sangat lah rumit, tidak semudah bisnis yang lainnya. Bahkan jika salah satu antara penjual atau pembeli ada yang merasa dirugikan maka proses transaksi tersebut bisa disebut juga dengan riba, memang begitu sensitive mencari nafkah dengan cara jual beli. Lalu bagaimana jika yang dijual tersebut merupakan ayat-ayat Allah yang seharusnya diamalkan serta diajarkan kepada seluruh umat manusia??

Seperti yang sudah dijelakan dalam kitab tafsir IbnuKatsir[1], Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 41.Potongan ayat. وَلَا تَشْتَرُوا۟ بِـَٔايَٰتِى ثَمَنًا قَلِيلًا
“Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah”. Maksutnya kita dilarang oleh-Nya untuk menukarkan/menjual iman kepada ayat-ayat Allah dan pembenaran terhadap Rasul Allah hanya dengan harga dunia yang menggiurkan, Allah juga mengingatkan kepada kita bahwa dunia serta isinya adalah sesuatu yang memiliki nilai yang sedikit dan tidaklah dapat dimiliki secara kekal. Terkait dengan firman Allah tersebut bahwa Abu Ja’far meriwayatkan dari Rabi’ bin Anas, dari Abu al-Aliyah, “janganlah kalian mengambil upah dalam mengajarkannya”. Dapat dipahami bahwa mengambil upah dalam mengajarkan ayat Allah saja sudah dilarang, apalagi sampai sengaja menjualnya.

Selain firman Allah yang disebutkan di atas, terdapat juga dalam Qur’an surat al-Baqarah(2): 174. Dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsirإِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَشْتَرُونَ بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga murah”. Dijelaskan bahwa yang dimaksutkan di dalam ayat ini adalah orang-orang yahudi yang menyembunyikan pengetahuannya yang berasal dari kita mereka mengenai penjelasan tentang sifat-sifat yang membuktikan kerasulan dan kenabian Nabi Muhammad Saw. Tujuan mereka melakukan hal tersebut tidak lain karena mereka takut kehilangan kekuasaan serta upah-upah yang mereka dapatkan dari masyarakat Arab sebagai penghormatan atas nenek moyang mereka. Akan tetapi mereka semua merugi berlipat ganda setelah mendapat kemurkaan dari Allah.

أُو۟لَٰٓئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ إِلَّا ٱلنَّارَ“Mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) kedalam perutnya melainkan api.” Di akhirat kelak mereka semua akan mendapat balasan atas perbuatan yang telah mereka semua lakukan dengan menyembunyikan kebenaran demi mendapatkan upah, yaitu perutnya akan terisi oleh api yang menyala-nyala. Selain siksa tersebut, Allah juga memberikan balasan lain seperti dalam lanjutan firman-Nya:وَلَا يُكَلِّمُهُمُ ٱللَّهُ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم“Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.”

Dijelaskan juga dalam firman Allah Swt. pada al-Qur’an surat at-Taubah (9): 9, Allah berfirman: ٱشْتَرَوْا۟ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَصَدُّوا۟ عَن سَبِيلِهِۦٓ ۚ إِنَّهُمْ سَآءَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ“Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu.” Dijelaskan dari tafsir Ibnu Katsir bahwa mereka (orang-orang musyrik) lebih memilih perkara duniawi yang hina dari pada mengikuti agama Allah. Selain itu mereka juga menghalang-halangi orang-orang mukmin mengikuti kebaikan.

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa hukuman bagi orang-orang yang menjual ayat-ayat Allah sangatlah pedih, bahkan sampai-sampai Allah tidak mau melihatnya serta tidak akan menyucikannya, naudzubillah min dzalik. Oleh sebab itu marilah kita berusaha selalu jujur dalam menyampaikan kebenaran yang sudahkitadapatkan. Jangansampaikitatermasukdarigolongan-golongan orang musyrik yang menyembunyikan kebenaran.

Sedikit tambahan jika kita menjadi seorang guru agama (guru ngaji) maka sebisa mungkin jangan sampai kita meminta bayaran atas apa yang telah kita ajarkan kepada para santri. Bagaimana jika kita membutuhkan uang, apakah tidak boleh meminta upah dari kerja kita sebagai guru tersebut?? Sebenarnya boleh-boleh saja, toh kerja kita juga halal, akan tetapi apakah tidak rugi jika kita hanya mendapatkan bayaran dari mahluk Allah saja (bayaran dunia), karena jika kita mengajar lalu meminta bayaran maka kita hanya mendapatkan gaji berupa uang saja dan tidak mendapat upah untuk dibawa keakhirat kelak. Allah pasti sudah mengatur masalah rezeki hambanya ketika berada di dunia ini, jadi jangan terlalu mengkhwatirkan masalah rezeki, lebih-lebih hanya mengabil bayaran di dunia saja. Bukankah pemberian dari Allah lebih baik dari pada pemberian dari mahluk-Nya??

Wallahua’lam bishawab.


[1]Ishaq Al-Sheikh, TafsirIbnuKatsirJilid 1,Terj. Abdul Ghoffar, (Jakarta, Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2003), hlm 117.

Explore More

Konsep Ulul Albab dalam al-Quran (Kajian Tematik QS Al-Imran ayat 190-191 Tafsir al-Misbah karya Quraisy Shihab)

oleh Irfatun Nadzifah Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna diantara makluk Allah yang lainnya, kesempuranaan manusia telah dojelaskan dalam QS. at-Tiin ayat 4. menurut Quraisy Shihab kesempurnaan manusia sering

METODE DAKWAH PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH

Oleh Laili Nur Hidayah ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ“Serulah (manusia)

BIOGRAFI IBNU JARIR ATH-THABARI

Oleh: Mela Anjelia NASAB DAN KELAHIRAN Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir Ath-Thabary. Adz Dzahabi mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam, mujtahid, ulama di masanya, dan