Oleh: Ahmad Tisngi
Setiap tempat mempunyai lokalitas tersendiri baik dr bahasa, adat, atau aspek kehidupan yg lain. Tak terkecuali negara-negara yg menjadi basis penyebaran islam di asia tenggara.
Nilai lokalitas tsb diapresiasi dari rahim pesantren yg ada di asia tenggara, terbukti pembelajaran dlm pesantren menanamkan akan pentingnya nilai lokalitas bangsa.
Nilai tersebut melebur pada kehidupan masyarakat, tak ketinggalan tafsir. Tafsir Nusantara lebih banyak menampakkan rasa Nusantara yg disisipkan dlm bahasa, adat, maupun aspek kehidupan.
Tak ketinggalan Tafsir Nur al-Ihsan karya Muhammad Sa’id ibn Umar dr Malaysia menampilkan identitas Islam Nusantara. Bisa kita lihat dlm tafsir ini menggunakan bahasa Melayu dlm menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Misal ketika Sa’id menafsirkan Iyyaka na’budu dg arti: “Akan dikau kami sembah pada ibadah kami daripada sembahyang dan puasa dan zakat dan haji dan lainnya”. Kata sembahyang merupakan lokalitas bahasa daerah yg ada di Nusantara mencakup asia tenggara. Di kawasan ini istilah sembahyang tidaklah terdengar asing di telinga penduduk nusantara.
Penjelasan di atas sebagian kecil mengenai nilai lokalitas yg digunakan dlm literatur pesantren dg mengakomodasi bahasa Melayu dan terasa akan penggunaan bahasa lokal sbg media menyalurkan pemahaman al-Qur’an kpd masyarakat.
Selain di Malaysia masih banyak lg daerah yg masih memegang lokalitas daerahnya, negara-negara di asia tenggara semisal Thailand, Brunai Darussalam, dan Indonesia masih kental akan nuansa Nusantara. Jika kita menimbangnya, Indonesia bisa dikatakan sbg negara yg paling banyak menggunakan lokalitas bahasa daerah. Itu terbukti dr karya-karya ulama Nusantara khususnya Indonesia mengarang kitab dg basic pesantren.
Demikian sedikit ulasan dr penulis, marilah bangga akan kekayaan nilai Nusantara.
Bangga jadi santri pesantren, bangga jadi Islam Nusantara