Oleh: Siti Lailatul Fitria
Dalam bahasa Arab, cinta dikenal dengan mahabbah yang berasal dadri kata ahabba-tuhibbu-mahabbatan, yang artinya mencintai secara mendalam, kecintaan, atau cinta yang mendalam. Ada beberapa pendapat yang mengartikan mengenai cinta. Al-Junaid mendefinisikan cinta atau mahabbah sebagai kecenderungan hati pada Allah, kecenderungan hati pada sesuatu karena mengharap ridho Allah tanpa merasa diri terbebani, atau menaati semua yang diperintahkan atau yang dilarang oleh Allah, dan rela menerima apapun yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah.
Para ahli sufi, al-Junaid misalnya beliau mengatakan bahwa cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintainya. Maksudnya orang yang mencintai selalu memuji yang dicintainya, sehingga orang yang mencintai akan hanyut dalam sifat-sifat cinta kepada yang dicintainya dan melupakan sifatnya sendiri serta perasaan yang dia miliki.
Rabi’ah al-Adawiyah pernah berkata dalam munjat sucinya yang berbunyi’ “Aku mencintaimu dengan dua cinta, pertama adalah cinta berahi, dan kedua, cinta yang disebabkan karena engkau berhak untuk cinta itu. Adapun cintaku yang pertama, yakni cinta birahi, adalah dzikir-ku kepada-Mu, yang memalingkanku dari selain-Mu. Sedangkan cintaku yang disebabkan karena engkau berhak untuk cinta itu adalah terbentangnya rahasia-Mu di hadapanku, hingga aku melihat-Mu. Tidak ada sanjungan untukku dalam cinta yang pertama, tidak juga yang kedua. Justru segala puji untuk-Mu dalam cintaku yang pertama dan yang kedua”.
Dalam surat At-Taubah ayat 24 Allah telah memperingatkan agar manusia memberikan cintanya kepada Allah pada peringkat pertama. Pada ayat ini terdapat dorongan untuk umat muslim untuk mencintai Allah melebihi segalanya. Ada tiga tingkatan dalam cinta, yaitu cinta orang biasa, cinta orang shidiq dan cinta orang ‘arif.
Menurut Imam Ibnu Katsir seseorang yang mengaku cinta tetapi tidak mengikuti apa yang telah di perintahkan oleh yang dicintainya maka cintanya itu adalah dusta. Sebaliknya jika seseorang mencintai sesuatu yang ia cintai maka semua apa yang diperintahkan dan dilarangnya akan ia patuhi. Karena, jika ia tidak mematuhinya maka sesuatu yang ia sukai akan menjauh. Akan tetapi hal seperti itu tidak hanya di ucapkan di bibir saja, ia membutuhkan implementasi pengorbanan, dan pengorbanan orang yang mencintai Allah nilainya tidak dapat disamakan dengan pengorbanan yang dilakukan seorang manusia kepada kekasihnya. Seperti dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 165, yangmana Orang yang beriman lebih mencintai Allah dari pada apapun.
Dalam hal mencinta, sebagian ulama mengatakan bahwa mahabbah kepada Allah terdiri atas sepuluh makna dari sisi hamba. Diantara sepuluh makna tersebut yaitu; pertama, yakin dengan sifat Allah yang terpuji dari segala sisi. Kedua, yakin dengan Allah memberikan kebaikan-Nya, nikmat serta kemurahan hati-Nya. Ketiga, yakin dengan kebaikan Allah terhadap hamba-Nya lebih besar dapipada perbuatan hamba-Nya baik yang berbentuk ucapan maupun tidakan. Keempat, yakin dengan Allah bahwa Ia memiliki sedikit tuntutan serta beban untuk hamba-Nya. Kelima, harus memiliki rasa takut serta khawatir dengan berpalingnya Allah darinya, hilangnya makrifatm tauhid dan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Keenam, memandang bahwa seluruh hajat dan cita-citanya tidak bisa terlepas dari Allah. Ketujuh, menjaga zikirnya atas Allah. Kedelapan, senantiasa menjaga iadah wajibnya dan berusaha mendekatkan diri dengan menjalankan sunnah. Kesembilan, senantiasa bahagia melihat, mendengar orang lain memuji Allah, berjihad dijalan Allah, dll. Dan yang kesepuluh yaitu ketika mendengar orang lain berdzikir , orang yang mencintai Allah akan membantunya.
Jadi seperti apa yang teah dikatakan oleh Abul Hasan Samnun bin Hamzah al-Khawwash bahwa orang-orang yang mencintai Allah telah pergi dengan kemuliaan dunia dan akhirat. Karena Nabi SAW. penah bersabda: الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ yang artinya “seseorang akan bersama yang dicintainya”.
Jalan Untuk Mencintai-Nya
30/03/2021
0 Comments
Explore More
Hukum Menjual Ayat Allah SWT.
Oleh Soheb Nur hafid IAT 5B Dewasa ini dalam mencari nafkah sudah memiliki berbagai cara serta fariasi, akan tetapi semua cara tersebut pasti memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing. Selain itu
Biografi penulis kitab tafsir Al Azhar
Oleh Mela Anjelia Hamka, atau bernama asli Abdul Malik Karim Amrullah adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dikenal pula sebagai tokoh Masyumi dan ulama Muhammadiyah. Sepanjang hidupnya, Hamka dikenal
KERAJAAN ALLAH SWT YANG TERMAKTUB DALAM SURAT AL-MULK AYAT 1-5
Sayyid Quthub berpendapat bahwa surah al-Mulk ini bertujuan menciptakan pandangan baru bagi masyarakat muslim tentang wujud dan hubungannya dengan Tuhan pencipta wujud. Gambaran menyeluruh melampui alam bumi yang sempit dan