Rabu, 06 Maret 2019 tepatnya pukul 08.00 WIB, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) bersama Pusat Studi al-Qur’an dan Hadits (PSQH) bekerjasama dengan penerbit Mizan menggelar bedah buku Dialektika Langit dan Bumi, bertempat di aula lantai 6 Gedung Arief Mustaqiem.
Acara ini menghadirkan Abad Badruzaman selaku Wakil Rektor III IAIN Tulungagung, penulis buku Dialektika Langit dan Bumi, dan sekaligus sebagai narasumber acara, Aksin Wijaya selaku Direktur Pascasarjana IAIN Ponorogo sebagai pembedah buku, Ainun Najib sebagai moderator acara, perwakilan dari masing-masing fakultas di IAIN Tulungagung dan lembaga di Fakultas Ushuludin, Adab, dan Dakwah (FUAD), dan percetakan Mizan. Adapun peserta bedah buku berasal dari berbagai jurusan di IAIN Tulungagung dan siswa SMA/MA.
Bedah buku diselenggarakan guna menambah wawasan peserta khususnya mahasiswa IAT. Selain itu, sebagai apresiasi atas terbitnya buku Dialektika Langit dan Bumi.
Adrika Fithrotul Aini selaku Direktur PSQH menegaskan latar belakang diadakannya acara ini, di mana mahasiswa diharapkan menjadi lebih dari sekedar konsumen ilmu pengetahuan, akan tetapi juga sebagai produsen ilmu pengetahuan. HMJ dan PSQH sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan kegiatan ini (bedah buku) menjadi salah satu proses untuk menjadi produsen ilmu pengetahuan.”
Dalam acara ini Abah Abad menuturkan latar belakang dan gambaran isi dari buku tersebut,
“al-Qur’an adalah naskah Islam yang paling klasik dan terjamin keorisinilannya, dibandingkan dengan naskah Hadits, Fiqh, dan Tafsir. Dan al-Qur’an dijadikan sebagai rujukan pertama umat Islam. Namun, kita hari ini dengan waktu al-Qur’an diturunkan memiliki jarak waktu berabad-abad dan geografis. Oleh karena itu harus ada upaya untuk mengatasi gap tersebut, dengan melakukan penjembatan untuk menghubungkan masa kini dengan masa Nabi. Ulama telah menyadari akan hal tersebut sehingga lahir Ulumul Qur’an, yakni sebagai piranti untuk mengatasi gap tersebut. Kiranya sembrono jika mendekati al-Qur’an tanpa memperhatikan spektrum atau horizon sejarah yang melingkupinya.”
Peserta terlihat antusias terhadap acara, ditandai dengan acara yang berjalan kondusif dan partisipasi peserta dalam sesi tanya jawab.
“Jujur saya belum membaca buku Abah, namun ada beberapa hal menyangkut fenomena-fenomena yang saya rasa pantas untuk ditanyakan hari ini”, ujar Hesti dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab (BSA).
“Mungkin yang dimaksud bahwa jangan sedikit-sedikit bawa dalil adalah menjastis pendapat kita dengan dalil dengan menganggapnya sebagai satu-satunya yang paling benar dan menyumpah-serapah orang lain”, jawab Abad terhadap salah satu pertanyaan.
Pembedah buku, Dr. Aksin Wijaya pun menjelaskan bahwa penulis buku ini merupakan seorang penerus pemikir Hasan Hanafi yang ada di Indonesia. Buku ini menurut beliau buku yang sangat bagus untuk memahami lebih jauh mengenai historisitas al-Qur’an. (IS)