Tiga Puluh Satu Kali Diingatkan Untuk Syukur
“Kito kabeh umat Islam kudu podho sing gedhe syukure, jalaran nikmat-nikmat Allah kang Agung-agung.” (Mustofa bisri)
Surah yang mulia dimulai dengan nama Allah, ar-Rahman menunjukan luas rahmatNya, merata ihsanNya, banyak kebaikanNya, dan melimpah karuniaNya. Allah SWT menunjukan nikmat agama, dunia dan akhirat kemudian Allah mengingatkan manusia dan jin dengan firmanNya “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Berbeda dengan banyak surat lainnya, Qs. ar – Rahman yang berjumlah 78 ayat ini terdapat satu kalimat yang diulang sebanyak 31 kali. Kalimat فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ ini terdapat dalam ayat 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75 dan 77. Apakah ada keistimewaan dibalik kalimat ini sehingga berulang ?
Saat membaca surah ini kita akan tau bahwa seluruh ayat diakhiri dengan pengulangan bacaan madd yang sebelumnya adalah fathah kecuali pada ayat ke 17, 29 dan 43 yaitu.
رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ
Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. (Qs. ar – Rahman : 17)
يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Qs. ar – Rahman : 29)
هَٰذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي يُكَذِّبُ بِهَا الْمُجْرِمُونَ
Inilah neraka Jahannam yang didustakan oleh orang-orang berdosa. (Qs. ar – Rahman : 43)
Sebagian besar ahli tafsir berpendapat kata تُكَذِّبَانِ berarti dua yaitu (jin dan manusia). Surat ar-Rahman berisi nikmat-nikmat Allah yang agung ini menjadikan jin dan manusia sebagai obyek firman Allah. Banyak jin dan manusia yang ingkar kepada Allah, maka ayat ini mengingatkan keduanya agar tidak kafir dan tidak ingkar atas nikmat-nikmat Allah dengan li taukid, penekanan makna yang berulang.
Dan ayat yang berulang ini bertujuan untuk mengingatkan banyak sekali nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dilimpahkan kepada jin dan manusia supaya mereka bersyukur. Setiap ayat yang berulang memiliki makna tersendiri tergantung ayat-ayat yang dibaca sebelum dan sesudahnya sehingga setiap pendengarnya tidak akan bisa mendustakan segala kenikmatan Allah.
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Nuli nikmat-nikmat sing endi kang siro ingkari ge menuso lan jin”.
Tafsir al-Ibriz menjelaskan ketika jin-jin mendengar ayat tersebut, mereka menjawabi:
لاَبِشَىءِمِنْ نِعَمِكَ رَبَنَّا نُكَذِّبُ فَلَكَ الْحَمدُ
“Tidak ada sesuatu apapun dari nikmatmu wahai Rabb kami yang kami dustakan, untuk-Mu segala pujian.”
Sehingga apabila kita mendengar pertanyaan Allah dalam ayat ini, kita dianjurkan untuk menjawab seperti jawaban jin “Malah Al imam Al Kaziruuni ono ing tafsire nerangake, yen njawabi mengkono iku hukume sunnah.”
Ibnu ‘Abbas ketika dibacakan ayat ini, beliau berkata :
لاَ بِأ يِّهَا رَبّ
“(Saya tidak mendustakan) sedikit pun dari kenikmatan-kenikmatan tersebut wahai Rabb-ku.”
Imam As Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulumil Qur’an menjelaskan kalimat “Fabiayyi alai rabbikuma tukadzdziban” itu untuk memantapkan pemahaman dan menekankan betapa pentingnya bersyukur atas nikmat-nikmat itu setelah menyadari ia datang dari Allah SWT.
Tanpa kita sadari hidup yang sedang kita jalani adalah nikmat Allah yang sangat besar tetapi terlihat kecil ketika dalam hati kita tumbuh benih-benih kesombongan. Tetap bernafas saat tidur, bisa tidur ketika lelah, hidup kembali setelah terlelap tidur dan melakukan banyak aktifitas setiap waktu merupakan nikmat Allah yang sering lupa kita syukuri.
Maka sudah sepantasnya bagi kita, sebagai makhlukNya yang diberikan banyak nikmat dan kelebihan untuk senantiasa bersyukur dengan ucapan ‘Alhamdulillah’ ataupun dengan bentuk syukur lainnya.
Jangan lupa bersyukur dan saling mengingatkan untuk selalu bersyukur 

Explore More

Janji-janjiNya di Waktu Senja

Keindahan merupakan sifat, ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan pengalaman persepsi kesenangan, kepuasan, ataupun bermakna. Dalam artian lain diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik, dan

Konsep Kepemimpinan dalam Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka

Irfatun Nadzifah Definisi tentang pemimpin memiliki banyak variasi dan banyak yang mencoba untuk mendefinisikan tentang pemimpin ini. Pemimpin adalah orang yang memiliki segala kelebihan dari orang-orang lain. Pemimpin dalam pandangan

Ekofeminisme dalam Tafsir Faid al-Rahman Kyai Sholeh Darat As-Samarani : Gagasan Berkeadilan Sosial dalam Bermasyarakat

Oleh: Ahmad Tisngi Hanani Interaksi seseorang dalam memahami kitab suci tidak hanya terbatas pada tekstual ayat semata, lebih dari itu seseorang membawa aspek-aspek di luar al-Qur’an sebagai media menemukan makna