Oleh: Mela Anjelia
NASAB DAN KELAHIRAN
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir Ath-Thabary. Adz Dzahabi mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam, mujtahid, ulama di masanya, dan sang pemilik karya tulis yang sangat indah.
Beliau dilahirkan pada tahun 224 H (839 M) di Thabaristan tepatnya di Kota Amul. Kota ini merupakan kota terbesar di Thabaristan dan merupakan salah satu propinsi di Persia yang terletak di sebelah utara Gunung Alburz. Adapun Ath Thabari diambil dari nama tempat beliau dilahirkan yaitu di Thabaristan.
PERJALANAN MENUNTUT ILMU
Ibnu Jarir menuntut ilmu setelah tahun 240 H dengan banyak melakukan rihlah (perjalanan jauh) sehingga beliau bertemu dengan para ulama di masanya. Beliau pun menjadi salah satu ulama mumpuni dan cerdas lagi mampu menghasilkan banyak karya tulis.
Sungguh sulit untuk mencari ulama yang selevel dengan beliau di masanya. Beliau adalah ulama yang sangat produktif dalam membuat karya tulis dan mengajar. Beliau pernah menempuh perjalanan ke Kota Ray di Iran dan di sana beliau mempelajari serta meriwayatkan hadis. Di kota tersebut beliau juga berkesempatan untuk belajar ilmu sejarah dari Muhammad bin Ahmad Ad-Daulabi dan ilmu fikih dari Ibnu Muqatil.
Selanjutnya beliau pergi menuju ke Baghdad dengan harapan bisa bersua dengan lmam Ahmad bin Hanbal. Namun sayang sebelum keinginan itu terwujud, sang imam telah meninggal dunia.
Di antara kota yang juga beliau kunjungi adalah Kufah, di situlah beliau belajar ilmu hadis dan juga qira’ah, selain itu masih ada beberapa tempat yang sempat beliau kunjungi untuk menimba ilmu agama,
GURU-GURU DAN MURID-MURIDNYA
Suatu hal yang logis jika Ibnu Jarir memiliki guru yang banyak karena seringnya rihlah yang sering beliau lakukan. Di antara kota kota yang pernah menjadi tempat persinggahannya adalah Baghdad dan belajar fikih syafi’iyah kepada Hasan Za’farani. Adapun di Bashrah, beliau belajar hadis kepada Abu Abdillah Ash-Shan’ani. Demikian halnya Kufah, Mesir Damaskus, dan yang lainnya.
Beliau sempat kembali ke Thabaristan yang merupakan tempat kelahirannya, namun akhirnya kembali ke Baghdad dan menetap di sana.
Di antara guru beliau adalah Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Syawarib, Ismail bin Musa As-Sudi, Muhammad bin Humaid Ar-Razi, Abu Kuraib Muhammad bin Al-Ala, Muhammad bin Abdul A’la Ash- Shan’ani, Bundar, Muhammad bin Al-Mutsanna, Yunus bin Abdul A’la, Ahmad bin Al-Miqdam Al-Ijli, Sawwar bin Abdullah Al-Anbari, Muhanna bin Yahya, Ali bin Sahl Ar-Ramli, dan masih banyak yang lainnya.
Sebagai ulama yang luas ilmunya dan cerdas, beliau memiliki murid yang banyak dan menjadi tujuan para penuntut ilmu dari berbagai negeri antara muridnya adalah Abu Syuaib Abdullah bin Al-Hasan Al-Harrani, Abul Qasim Ath-Thabarani, Ahmad bin Kamil Al-Qadhi, Makhlad bin Ja’far Al-Baqarhi, Ahmad bin Al-Qasim Al Khasysyab, Abu Ja’far Ahmad bin Ali Al-Katib, Abul Muhammad bin Abdullah bin Said, Al-Mu’alla dan masih banyak yang lainnya.
KARYA TULISNYA
Ibnu Jarir adalah sosok ulama yang sangat tekun dan semangat dalam menulis. Al Khatib menuturkan “Aku pernah mwndengar Samsani mengatakan bahwa Ibnu Jarir selama empat puluh tahun mampu menulis empat puluh halaman dalam setiap harinya.
Subhanallah, luar biasa memang ketekunan dan antusias beliau dalam menghasilkan karya tulis.
Berikut sebagian karya-karya ini beliau
Jami’ Al Bayan fi Tafsir Al Quran yang lebih populer dengan nama Tafsir Ath-Thabari. Ini merupakan salah satu karya monumental beliau dalam bidang ilmu tafsir.
Tarikhul Rijal
Lathiful Qaul fi Ahkami syara il
Al Qira’at wat Tanzil wall Adad
Ikhtilaful Ulama Al-Amshar
Al-Khafif fi Ahkami syara’ il Islam
Ath-Tabshir
Tahdzibul Atsar Musnad Ibnu Abbas. Namun beliau meninggal sebelum menyelesaikan kitab ini. Dan masih banyak yang lainnya.
SANJUNGAN PARA ULAMA
Pujian para ulama pun mengalir kepada lbnu Jarir Ath-Thabari yang menunjukkan bahwa kapasitas belia sebagai ulama besar memang diakui.
Abu Said bin Yunus mengatakan, “Muhammad bin Jarir termasuk penduduk Amul. Ia menulis di Mesir kembali ke Baghdad dan ia mampu menghasilkan karya-karya indah yang menunjukkan keluasan ilmunya.”
Al-Khatib berkata, “Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib adalah seorang ulama besar. Fatwanya dijadikan rujukan dan pendapatnya diambil karena pengetahuan serta keutamaannya. Ia mampu menghimpun berbagai cabang ilmu yang tidak mampu dilakukan oleh seorang pun di masanya. Ia hafal Kitabullah, menguasai berilmu tentang makna-maknanya uran), faqih berbagai hukum Al-Quran, dalam berilmu tentang dan jalan-jalan periwayatannya, mampu memilah shahih, lemah, nashikh, man mengerti tentang ucapan para sahabat dan tabiin, berilmu juga tentang hari-hari kemenangan kaum muslimin dan berita-berita tentang mereka. Ia mempunyai sebuah kitab yang sangat populer tentang berita dan sejarah umat terdahulu. Ia juga punya kitab tafsir yang bernama Tahdzibul Atsar yang belum pernah aku melihat sebelumnya makna makna yang terkandung di dalamnya Namun ia belum menyempurnakan kitab itu. Ia juga memiliki kitab yang banyak tentang ushul fiqh dan cabang cabangnya dari ucapan para ahli fiqh.”
Adz-Dzahabi sendiri menyatakan “Ibnu Jarir adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), jujur, hafizh, pemimpin dalam bidang ilmu tafsir, imam dalam ilmu fikih, ijma’, dan perselisihan ulama juga seorang yang sangat berilmu dalam hal sejarah dan kemenangan muslimin, menguasai ilmu qira’ah, bahasa dan yang lainnya”
AKHIR HAYATNYA
Abu Muhammad Al Farghani (salah seorang murid Ibnu Jarir) mengatakan Abu Bakr Ad-Dinawari berkisah bahwa ketika tiba waktu salat Zhuhur pada hari meninggalnya beliau yaitu hari senin, Ibnu Jarir memint air untuk memperbarui wudhunya. Lalu ada yang berkata kepadanya, “Sebaiknya anda mengakhirkan salat Zhuhur dan menjamaknya dengan salat Ashar”.
Namun beliau menolak dan mengerjakan salat Zhuhur sendiri pada awal waktunya. Demikian halnya salat Ashar beliau kerjakan pada waktunya dengan tata cara salat yang sempurna dan baik.
Tatkala Ibnu Jarir akan meninggal dunia, ada beberapa orang yang yang berada di samping beliau dan di antaranya adalah Abu Bakr bin Kamil. Saat itu ada yang bertanya kepada beliau sebelum menghembuskan nafas yang terakhir. “Wahai Abu Ja’far, anda adalah hujjah antara kami dan Allah pada urusan agama kami. Apakah ada sesuatu yang hendak anda wasiatkan kepada kami terkait dengan urusan agama kami atau suatu keterangan yang kami mengharapkan keselamatan dengannya?”
Beliau pun menjawab, “Yang aku beribadah kepada Allah dengannya dan aku wasiatkan kepada kaian adalah apa yang aku ikaarkan dalam kitab-kitabku, maka amalkanlah”.
Kemudian setelah itu, beliau pun meninggal. semoga Allah merahmati beliau dan membalas kebaikan-kebaikannya. Allahu a’lam.
BIOGRAFI IBNU JARIR ATH-THABARI
30/03/2021
0 Comments
Explore More
Salah Satu Sumpah Allah Dalam Waktu Senja
Oleh: Nur Laili Fitriany Keindahan merupakan sifat dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan pengalaman persepsi kesenangan, kepuasan, ataupun bermakna. Dalam artian lain diartikan sebagai
MAKNA ISLAM DALAM PRESPEKTIF AL-QURAN: Tlaah Kitab Tafsir Al-Misbah
Septy Khoirunnisak 12301183069 Apakah sebenarnya Islam itu? Sebuah pertayaan yang cukup ringkas namun membutuhkan jawaban dari beberapa sudut pandang. Karena makna Islam ini berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an. Sehingga membutuhkan
Kebangkitan Manusia di Akhirat
Setiap yang bernyawa pasti akan mati, tentu kita kerap mendengar kata-kata tersebut. Memang benar kematian akan menjemput kita kapanpun dan dimanapun, kapan datangnya waktu kematian hanya Allah lah yang tahu,