Manusia merupakan salah satu makhluk Allah yang diberi anugerah berupa cinta. Cinta yang diberikan Allah terhadap makhluknya merupakan bukti kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Cinta yang dianugerahkan kepada makhluk-Nya hanyalah setetes dari banyaknya cinta yang dimiliki Allah. Dengan anugrah Allah inilah manusia mampu menyayangi, mencintai terhadap Rabb-Nya sebagai bentuk mendekatkan diri kepada sang pencipta dan saling menyayangi antar sesama manusia. Setiap manusia pasti memiliki cinta di dalam dirinya dan pasti akan merasa sangat bahagia ketia ia menyalurkan rasa cintanya dan dirinya juga mendapatkan balasan akan cinta yang ia berikan. Namun berbanding terbalik dengan apa yang terjadi dalam dewasa ini yakni banyaknya manusia yang berbuat dzalim dengan mengatas namakan cinta.

Beberapa tokoh mengungkapkan pemikirannya mengenai hakikat cinta. Menurut seorang sufi, Syekh Amin Al-Kurdi, cinta yaitu kecenderungan tabiat kepada sesuatu, karena keadaan itu merupakan keadaan yang cenderung amat lezat bagi orang yang tengah bercinta kasih. Selain Ibnu Sina, yang mana Ibnu Sina mengatakan bahwa apapun yang ada di dunia ini adalah hal yang tak terlepas dari cinta [Rahmawati, “Cinta Dalam pandangan Sufisme”, vol.6 No. 2, November 2013, hlm. 2].

Selain dalam bidang tasawuf, ada juga makna cinta dalam filsafat. Jika dilihat dari kaca mata filsafat maka cinta selalu dikaitkan dengan keindahan, yang kemudian Loren Bagus mengatakan bahwa bentuknya yang sempurna yaitu bentuk abstrak akan keindahan itu sendiri. Hal tersebut diungkapkan Plato dalam Simponsium yang menjelaskan hakikat cinta, eros dan manusia [Ni Luh Gede Wariati, “Cinta Dalam Bingkai Filsafat”, JURNAL SANJIWANI, vol. X No. 2, September 2019, hlm. 2].

            Dalam Al-Qur’an juga terdapat beberapa ayat mengenai cinta. Misalnya diuraikannya kisah cinta seorang wanita yang bernama Zulaikhah yang tak lain adalah seorang istri pembesar Mesir terhadap nabi Yusuf as. yang kisahnya diuraikan secara utuh dalam satu surah.

Cinta dan Al-Qur’an, dua hal yang tak bisa dipisahkan. Al-Qur’an diturunkan sebagai bukti cinta tuhan terhadap makhluk-Nya. Ayat-ayat yang termuat di dalamnya tertulis mengenai perintah, kisah, syariat dan lain sebagainya untuk kebaikan makhluk-Nya.

Cinta, satu kata yang memiliki beribu makna. Kata unik yang bisa membuat setiap makhluk lupa akan siapa mereka. Demikian, cinta adalah dambaan setiap makhluk hidup, terlebih ulama besar, Ibn al-Qayyi al-Jauziyah memberikan pandangannya “Karena cinta dan demi cinta, langit dan bumi diciptaakan, dan atasdasarnya makhluk diwujudkan. Demi cinta, seluruh planet beredar dan dengannya pula semua gerak mencapai tujuannya serta bersambung awal dan akhirnya. Dengan cinta, semua jiwa meraih harapannya serta dengannya pula, ia menyingkirkan kesulitannya”.

Dapat dibuktikan bahwa dalam Al-Qur’an banyak menguraikan suatu hal yang bertemakan tentang cinta, jika mempelajarinya lebih dalam. Seperti halnya diuraikannya kisah cinta seorang wanita yang bernama zulaikhah yang tak lain adalah seorang istri pembesar Mesir terhadap nabi Yusuf as. yang kisahnya diuraikan secara utuh dalam satu surah.

            Dalam Al-Qur’an tentulah dijelaskan hakikat asal sebuah cinta. Karna cinta yang ada di muka bumi hanyalah sebagian kecil titik cinta dari Allah. Bisa dilihat besarnya cinta seorang ibu terhadap anaknya, cinta seorang kaum kepada kekasih Allah, cinta sesorang terhadap pasangannya, dan lain sebagainya, itu hanyalah setitik bagian dari cinta yang dianugerahkan oleh Allah sebagai bentuk cinta Tuhan terhadap makhluk-Nya.

            Cinta, akan selalu digandengkan dengan ketulusan, yang tidak bukan ketulusan itu diajarkan dari sebuah kagamaan. Jika berawal dari keberagamaan maka dapat diartikan bahwa agama adalah cinta, cinta adalah agama, ada pula agama cinta. Dalam agama Islam cinta telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. terhadap umatnya. Bukan hanya terhadap umatnya, Nabi juga mencontohkan bentuk cintanya terhadap tanah airnya, hal ini dibuktikan dengan hadis riwayat Abu Ya’la aan Ibn Sayyid an-Nas yang artinya “Demi Allah, engkau adalah negeri yang paling aku cintai, seandainya pendudukmu tidak mengusir aku, aku tidak akan meninggalkanmu”.

Selain nasionalisme yang diajarkan Nabi juga mencintai umatnya, hal ini dibuktikan dalam QS. at-Taubah: 128 Allah berfirman:

لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيم

 Yang dalam tafsir Al-Ibriiz yang artinya “Sayekti utusan kang nyekseni siro kabeh iku utusan saking awak-awakan iro dhewe, ora saking bongso liyo ora saking jin lan ora saking malaikat, utusan mau keroso abot banget ngerasaake kepayahan iro kabeh lan lobo banget (nemen kepingin supoyo siro kabeh, tegese tansah kepingin supoyo siro kabeh dadi bagus”. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah memberikan utusan dari kalangan manusia sendiri, bukan jin maupun malaikat, dan karena rasa cinta kepada umatnya Nabi Muhammad menginginkan yang terbaik bagi umatnya sehingga meminta kepada Allah untuk dapat memberkan hidayah-Nya dikemudian hari. Namun perlu diingat, hidayah yang diberikan oleh Nabi juga atas ridho Allah [Muhammad Latif, “Konsep Cinta ‘Al-Hubb’ menurut Quraisy Syihab dan M. Said Ramadhan Al-Buth”, (Salatiga: UIN Salatiga, 2019), hlm. 35]. Yang dijelaskan juga dalam QS. Al-Maidah: 54 mengenai orang-orang yang cinta kepada Allah, lemah lembut kepada muslim lain dan keras kepada orang kafir.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Cinta kepada Allah dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah ayat 165 yang dalam tafsir Al-Ibriiz tertulis “… nanging wong-wong mukmin sejatine demen marang Allah ta’ala ngungguli demene wong-wong mau marang berhalane jalaran sejatine wong mukmin ora bakal pindah pengeran, senajan ing wektu kang kepriye wae, yen wong-wong musyrik senajan biyasane mundhi-mundhi marang berhalane, lali marang Allah ta’ala nanging yen wus terjepet deweke padha tinggal berhalane nuli eling marang Allah ta’ala. wong-wong kan padha dzalim, padha nyembah berhala iku lamun deweke padha weruh anane seksa kang bakal ditompo lan weruh yen kekuatan-kekuatan kabeh iku kagungane Allah ta’ala dewe, lan gusti Allah ta’ala iku kang banget siksane wus mesthi padha keter lan ora podo wani nyekuthoake berhala karo Allah ta’ala.” [Bisri Musthofa, Al-Ibriiz, (Rembang: Menara Kudus, 1959), hlm. 55-56]

Dalam tafsir tersebut tertulis bahwa sejatinya orang mukmin suka atau cinta kepada Allah melebihi orang kafir terhadap berhala-berhala yang mereka sembah. Selain cinta kepada Allah juga harus cinta kepada kekasih Allah. Hal tersebut sejalan dengan QS. Maryam ayat 96 yaitu “Temenan wong-wong kang padha iman lan padaha ngamal sholeh iku Allah ta’ala kang maha welas bakal gawe demen (ateges siji lan wenehe padha asih-asihan senajan nalika ono ing alam dunyo padha gething.

Sebenarnya dalam mengejar cinta Allah yang hasilnya disebut dengan ridha Allah dapat ditempuh dengan berbagai cara. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mendaptakan cinta dari Allah, misalnya saja dengan mencintai kekasih-kekasih Allah, mencintai dan menghormati orang tua, anak yatim, kerabat dekat, kerabat jauh, tetangga, keluarga, pasangan masing-masing, dan lain-lain.

Selanjutnya yaitu cinta terhadap Rasulullah yang salah satun ayatnya dijelaskan dalam QS. An-Nisa’ ayat 59 yang tertulis “Eleng-eleng he wong mukmin! Sira kabeh supaya padhaha taat marang Allah lan kanjeng Rasul  lan wong-wong kang padha nguwasani urusan ira kabeh, menawa sira kabeh pada pasulayan. Kudu kondorake wangsul bae perkara kang dadi pesulayan mau marang kitab Allah lan kanjeng Rasul, yen pancen sira kabeh bener-bener iman ing Allah lan dino kiyamat, ambaleake perkara marang Allah lan Rasul iku luweh bagus katimbang terus-terusan pesulayan utowo putusan kelawan dasar pendhapat lan luweh bagus pungkasane.[5] Tafsir tersebut dapat dipahami bahwa sebagai makhluk Allah dan umat Nabi Muhammad untuk senantiasa mencitai Allah dan Rasul-Nya dengan melaksanakan (taat) segala perintahnya. Meskipun pada era sekarang yang telah jauh dari masa ke-Rasulan yang dapat secara langsung bertemu dengan Rasulullah namun tetap bisa membuktikan bentuk kecintaannya dengan mengikuti perilaku-perilaku beliau sebagai panutan dalam bertindak, karena perilaku beliau yang begitu mulia. Karena Rasulullah sejatinya adalah kekasih Allah maka barangsiapa mencintai kekasih Allah maka Allah akan mencintainya, oleh karena itu begitu pentingnya memahami cinta Allah dan Rasul-Nya kepada setiap mahluk. Ayat tersebut juga menjelaskan untuk senantiasa menyerahkan segala urusan kepada Allah serta untuk iman terhadap kelak datangnya hari kiamat.

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa Rasulullah-pun sangat mencintai ummatnya bahkan yang belum pernah beliau kenal atau temui. Dapat dibuktikan ketika beliau wafat yang ada dalam pikiran Rasulullah dan dikhawatirkan hanyalah umatnya, bukan siapapun yang lain namun hanya umat beliau. Sebagai umat Nabi Muhammad SAW. sepatutnya memang harus mencintai beliau mengingat cinta Rasulullah tidak hanya sebatas di dunia namun juga kelak di akhirat, yang pernah disebutkan bahwa manusia yang paling sibuk di akhirat adalah Nabi Muhammad. Nabi Muhammad akan sibuk menyelamatkan umatnya yang belum masuk ke surga serta memintakan ampun kepada Allah.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam QS. An-Nisa’ ayat 36 yang menjelaskan mengenai cinta (berbakti) kepada kedua orang tua. Orang tua telah menanti kedatangan anaknya dan rera berkorban dengan segala yang ia miliki.“Sira kabeh padhaha nyawijeake ing Allah. Ojo padha nyakutoake opo-opo lan ambagusana marang wang tuwa loro, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, wong-wong miskin,tonggo kang parek, tonggo adoh lan konco ing lelungan utowo ana ing penggaweyan lan ibnu sabil, lan budak-budak lan siro miliki,. Sak temene Allah ta’ala iku ora demen wong kang gumedhe kang kumalungkung.[6] Seperti yang tertera di atas, kita senantiasa untuk tidak menyekutukan Allah serta larangan untuk menyakiti namun perintah untuk senantiasa berperilaku baik kepada kedua orang tua. Serupa dengan firman Allah dalam QS. Lukman ayat 14 “Lan ingsun Allah wasiyat marang manungsa (ingsun perintah bagus) marang wong tuwo lorone. Ibune ngandhut dheweke, sang ibu nandhang payah ingatase payah (payahe ngandhut, payahe ngelaherake lan payahe ambabarake, lan anggone nyapeh ing dheweke iku sak wuse umur rong taun…” Dengan melaksanakan hak-hak Allah dan hak-hak hamba-hamba-Nya maka kita sudah menunjukkan ketakwaan kita kepada Allah yang dimana hak terbesar diantara manusia adalah hak terhadap orang tua. Rasulullah pernah menjawab pertanyaan sabahat mengenai siapa yang harus dihormati terlebih dahulu dan Rasulullah menjawab “Ibumu, ibumu, ibumu, bapakmu” disini Nabi menyebutkan “ibumu” sebnyak tiga kali baru kemudian bapkmu. Karena ibu sangat bersusah payah mengandung, melahirkan dengan bertaruhkan nyawa juga harus membesarkannya dengan penuh kesabaran. Rasulullah juga pernah bersabda “Berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anak-anakmu akan berbakti kepadamu”. (H.R. Thabrani)

Dengan pengorbanan orang tua yang begitu besar maka akan sangat pantas bahkan memang seharusnya sebagai anak memberikan cintanya yang begitu tulus kepada kedua orang tuanya. Karena pengorbanan yang orang tua lakukan bagaimanapun akan sangat lebih besar dari pengorbanan yang anak lakukan. Bisa dikatan seorang ibu dapat merawat tiga anak atau lebih seorang diri dengan baik, namun belum pasti tiga anak tersebut dapat merawat ibunya dengan baik. Karena itu merekalah yang berhak atas cintamu tentu saja dengan dilandasi dibawah naungan Allah SWT karena Dia-lah yang asal mula cinta, pemilik cinta yang sesungguhnya.

            Selanjutnya ada cinta kepada pasangan seperti dalam firman Allah dalam QS. Ar-Rum ayat 21 “Setengah saking ayat tandha kekuasaan Allah ta’ala maneh yaiku Allah ta’ala nitahake bojo-bojo (kandungan) iro kabeh, saking awak-awakan iro kabeh (ibu Hawa kedadeyan sangking iko wekas e nabi Adam. Lan wong wadon-wadon kedadeyan saking manine lanang lan wadon). Sira kabeh padha digaweake kandungan supaya sira kabeh padha anteng condong marang kandungan-kandungane , lan Allah ta’ala ugo andadeake ananen demen lan welas ing antara iro kabeh. Temenan sak jerone iku mau kabeh ono ayat-ayat (minongko tandha bukti kuwasane Pengeran-mangkunu kuwi) tumram wong-wong kang padha gelem mikir.

Selain ayat tersebut juga ada hadis yang mendukung/menjelaskan mengenai cinta kepada lawan jenis, misalnya hadis riwayat Ahmad “Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai, kamar-kamarnya di surga nanti terlihat seperti bintang yang muncul di timur atau bintang barat yang berpijar.” Lalu ada yang bertanya “Mereka itu adalah orang-orang yang mencintai karena Allah ‘Azzawajalla”. Juga hadis riwayat Al-Bazaar “Siapa yang mencintai seseorang karena Allah, kemudian seseorang yang dicintainya berkata ‘Aku juga mencintaimu karena Allah SWT’ Maka keduanya akan masuk surge. Orang yang lebih besar cintanya akan lebih tinggi derajatnya daripada lainnya. Ia akan digabungkan dengan orang-orang yang mencintai karena Allah”

            Jika dilihat dari ayat-ayat yang kemudian ditambah juga dari hadis-hadis yang ada maka mencintai selain Allah tidaklah dilarang. Bahkan Allah cenderung memerintahkannya, namun juga harus ada dalam batas kewajaran. Menyukai, mencintai, membenci sesuatu dengan secara berlebihan sangatlah. Semua hal yang berlebihan tidaklah baik. Maka harus memberikan rasa cinta kita terhadap makhluk dengan sewajarnya saja tentu dibarengi dengan cinta kepada Allah ta’ala.

            Ada pepatah yang mengatakan bahwa “kejarlah cinta Allah dahulu untuk mendapatkan cinta dari makhluk-Nya”. Ayat tersebut memang benar adanya.  Jika kita mengejar makhlulnya tanpa mengingat Allah maka bisa jadi apa yang kita kejar justru akan lebih jauh. Jangan sampai dijauhi Allah karena mengejar cinta dari makhluk-Nya saja.

            Untuk yang terakhir akan dipaparkan mengenai cinta yang dibenci oleh Alah SWT. yaitu cinta terhadap dunia. cinta dunia inilah yang membaut manusia lupa akan segalanya, lupa akan akhiratnya, bahkan lupa akan Allah. Karena itulah Allah sangat membenci orang yang mengejar-ngejar dunia yang notabene dunia adalah fana’ serta dunia hanyalah seburuk-buruk tempat untuk menetap. Adapun firman Allah terdapat dalam QS. Al-Kahfi ayat 45-46 “Gawea conto Muhammad! Dawuhono marang kaum-kaum iro yen sifate urip ono ing ngalam donyo iki aya banyu kang ingsun (Allat ta’ala) turunake saking langit, banjur banyu mau campur karo cecukulan bumi. Ora antara suwe cecukulan mau dadi ajur dikaburake deneng angen”.  Kemudian dilanjut dengan ayat selanjutnya yaitu ayat 46 “bondo-bondo lan anak-anak lanang iku pepahese urip ono ing alam donyo, tetapi iku sejatine luweh bagus ganjarane ana ing ngersane pengeran iro., lan luweh bagus-baguse perkara kang diarep-arep”.[7]

Dari tafsir di atas dapat diartikan bahwa dunia ini hakikatnya hanyalah sementara, semua yang ada di dunia ini akan rusak, hancur, dan akan memunculkan perpecahan dan konflik di berbagai tempat. Lalu semua yang ada di bumi ini hanyalah bunga dunia diantaranya anak, harta, jabatan, dan masih banyak lagi itu hanyalah titipan Allah ketika berada di dunia. semua akan hilang jika kita telah berpulang kepadanya, semua akan ditinggalkan di dunia.

Cinta terhadap dunia (hubbud dunya) adalah cikal bakal akan rusaknya dunia itu sendiri. Orang yang meminta dunia maka Allah akan berikan namun kelak Allah juga akan memberikannya balasan di akhirat yaitu berupa neraka jahannam yang akan dimasukkannya dengan keadaan tercela juga terusir. Cinta dunia yang dimaksud di sini yaitu cita terhadap apapun yang ada di dunia, perkara-perkara yang enak seperti harta, menuruti nafsu, juga perkara yang ditumpuk-tumpuk. Mengingat arang-barang di atas dewasa ini di kejar dengan berbagai cara, tidak memperdulikan itu cara yang baik (halal) ataupun cara yang buruk (haram) hingga bertaruhkan nyawa. Karena hal-hal tersebut sangat mengacam keimanan seseorang kecuali dengan dia bertaubat kepada Allah.

Semua yang ada di dunia ini jika dikejar akan sia-sia saja, tentu terkecuali dengan kita mencarinya dengan niatan untuk bekal dalam hal beribadah kepada Allah. Meskipun akan sangat sulit untuk di laluinya namun akan sagat baik jika dapat menghindari yang namanya cinta dunia, pada dasarnya dunia terlihat begitu indah dan menawan serta menggoda. Begitulah cara Allah menguji makhluk-Nya, apakah termasuk dalam hamba yang taat atau tidak. Hingga Rasulullah pernah bersabda “Dunia itu laksana surga bagi orang kafir, dan penjara bagi orang mukmin”. Memang benar, dapat dilihat dari beliau-beliau yang sufi, mereka begitu menghindari yang namanya dunia. Karena mereka tau bahwa dunia ini adalah tempat yang buruk oleh akrena mereka mengabaikannya. Mereka menyadari bahwa kenikmatan yang sesungguahnya adalah akhirat semata, maka ketika berada di dunia, kehidaupan sehari-harinya adalah mencari bekal untuk tinggal di akhirat, meraka sadar akan dunia bukanlah tempat untuk berfoya-foya.

@Siti Lailatul Fitria – Semester 6

Explore More

Urgensi Pendidikan

Oleh Asmaul Husna وَمَا كَانَ الۡمُؤۡمِنوُۡنَ لیِنَۡفرُِوۡا كَافٓ ة فلَوَۡلَا نفَرََ مِنۡ كُلِّ فرِۡقةٍَ مِّنۡھمُۡ طإَٮِٓفةَ لیَِّتفَقَھَّوُۡا فىِ الدِّیۡنِ وَ لیِنُۡذِرُوۡا قوَۡمَھمُۡ اذَِا رَجَعُوۤۡا الِیَۡھِمۡ لعَلَھَّمُۡ یحَۡذرَوُۡن Artinya: “Tiada patut

Profil Pusat Studi al-Qur'an dan Hadis (PSQH)

Pusat Studi al-Qur’an dan Hadis (PSQH) merupakan pusat studi di bawah naungan jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) dan Ilmu Hadis (IH). Pusat Studi ini merupakan wadah pengembangan keilmuan al-Qur’an,

Perempuan dalam TafsirAl-ibriz

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ اَنِّيْ لاَاضِيْعُ عَمَلَ عَا مِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثَى. بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ. فَالَّذِ يْنَ هَا جَرُوْاوَاُخْرِ جُوْا مِنْ دِيَا رِهِمْ وَاُوْذُوا فِيْ سَبِيْلِي وَ قَتَلُوْا وَقَتِلُوا