Pendahuluan

Perdamaian merupakan aset terpenting yang harus dimiliki oleh setiap umat manusia, hal tersebut dikarenakan modal pokok utama yang digunakan dalam menjalani hidup saling berdampingan. Setiap agama tentunya menganjurkan kepada pemeluknya untuk melaksanakan perdamaian dalam kehidupan kesehariannya. Dewasa ini ada sebagian yang belum mengetahui apa itu perdamaian, dan mungkin banyak yang sudah mengetahui akan tetapi belum mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya.

Di dalam essay ini pertama akan membahas mengenai arti dari perdamaian itu sendiri serta bagaimana jalan atau penyelesaian suatu konflik untuk menciptakan perdamaian secara umum (global), lalu dilanjutkan membahas bagaimana penafsiran ayat Al-Qur’an yang memerintahkan umat manusia untuk mencintai perdamaian. Untuk ayat Al-Qur’an penulis akan mengambil dari QS al-Anfal (8): 61, dan QS al-Hujaraat (49): 9.

Makna Perdamaian

Arti perdamaian di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perdamaian berarti ‘menghentikan permusuhan’ (perselisihan dan sebagainya). Bisa dipahami juga perdamaian adalah sebuah perjanjian yang dilakukan dan disepakati antara dua kelompok atau lebih guna menghindari suatu konflik yang berkelanjutan dengan cara melepaskan suatu hak atau melepaskan tuntutan dari masing-masing pihak. Sedangkan secara umum, perdamaian adalah jalan untuk mengakhiri adu argumen antara dua belah pihak.

Menurut Glatung perdamaian struktur sosial dibagi menjadi dua jenis tipologi, yaitu perdamaian positif dan negatif. Perdamaian positif adalah perdamaian yang terjadi karena tidak adanya suatu konflik, tidak adanya kekerasan, maupun peperangan yang dapat memisahkan dua belah pihak. Sedangkan perdamaian negatif adalah sebuah perdamaian yang memerlukan kontrol dari sih pelaku maupun melibatkan pemerintah untuk menjalin perdamaian serta memerlukan aparat keamanan untuk memisah pelaku yang sedang berkonflik. Perdamaian negatif ini akan memisahkan pihak-pihak yang sedang berkonfilik pada suatu ruangan yang berbeda atau bahkan suatu daerah yang berbeda. Hal tersebut dilakukan kerena untuk menghindari terjadinya suatu ketegangan yang dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan. Sedangkan perdamaian positif akan menciptakan suatu kesejahteraan, keadilan, maupun kebebasan, karena perdamaian positif ini diselesaikan menggunakan kedewasaan atau bisa disebut juga dengan kekeluargaan. Lalu bagaimana mencintai perdamaian dalam perspektif al-Qur’an?

Interpretasi Mahabbah Perdamaian

Firman Allah dalam QS al-Anfal (8): 61

وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Tafsir al-Ibriz

“Menowo musuh-musuh mau, saja’ podo condong marang damai, yo ladenono. Lan siro pasraho marang Allah ta’ala. Sejatine Allah ta’ala iku dat kang midanget lan dat kang ngudanaini.”

Dari sini dapat kita pahami bahwasannya apabila terdapat musuh yang mana mereka lebih condong terhadap perdamaian, maka kita diwajibkan untuk mengikuti apa permintaannya tersebut. Dan di dalam ayat tersebut sudah diberitahukan bahwasannya dalam menerima perdamaian tersebut janganlah dibarengi dengan keraguan, karena sesungguhnya Allah maha mengetahui atas apa yang ada di dalam mahluk-Nya. Oleh kerena itu, Nabi SAW. menerima tawaran perdamaian dari orang-orang musyrik setelah terjadi peperangan selama sembilan tahun, tawaran perdamaian dari orang musyrik tersebut berupa Shulhul Hudaibiyyah (perjanjian Hudaibiyyah).

Akan tetapi terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa sesungguhnya ayat tersebut dimansukh dengan ayat lain, dari Ibnu ‘Abas, Mujahid, Zaid bin Aslam, ‘Ikrimah, al-Hasan al-Bashri dan Qatadah mengatakan: “sesungguhnya ayat tersebut dimansukh (dihapus) oleh ayat saif (pedang) yang terdapat dalam surat Bara-ah (at-Taubah)”, قَٰتِلُوا۟ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَلَا بِٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ
(Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari ahir). Akan tetapi pendapat tersebut masih perlu ditinjau lagi, karena di dalam ayat tersebut (at-Taubah) ketika diperintahkan untuk memerangi orang yang tidak beriman, akan tetapi perintah tersebut memiliki syarat yaitu jika memungkinkan untuk memeranginya. Jika jumlah musuh terlalu banyak maka orang muslim diperbolehkan mengadakan perjanjian perdamaian. Seperti halnya semua itu sudah ditunjukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun pernah dilakukan juga oleh Nabi SAW. tatkala diadakannya hari perjanjian Hudaibiyyah. Oleh karena itu tidak ada lagi pertentangan, serta naskh terhada QS al-Anfal (8): 61 tersebut.

Selain ayat diatas, terdapat juga perintah Allah untuk mendamaikan jika terdapat dua golongan sesama muslim terjadi perselisihan. Seperti dalam firman-Nya pada QS al-Hujaraat (49): 9  وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَهُمَا ۖ (Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya), karena sifat Rahman dan Rahim yang dimiliki Allah, maka Allah masih menganggap seorang tetap muslim walaupun mereka tengah dalam keadaan berselisih. Seperti yang dikatakan oleh Imam al-Bukhhari dan yang lainnya menyimpulkan bahwasannya seorang muslim akan tetap menjadi orang yang beriman walaupun orang tersebut telah melakukan perbuatan dosa besar. Di dalam ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah telah memerintahkan terhadap hambanya untuk mendamaikan perselisihan yang terjadi diantara sesama muslim, karena bagaimanapun keadaannya orang tersebut masih dianggap sebagai orang mukmin tatkala dirinya masih beriman terhadap Allah dan Rasull-Nya.

Setelah membaca pembahasan di atas, maka dapat dianalisiskan bahwa sesungguhnya perdamaian itu memiliki dua jalan, dan yang dapat memilih jalan tersebut hanyalah orang atau kelompok yang berselisih apakah melalui jalan kekeluargaan, mengajukan perdamaian, atau bahkan membawanya kejalur hukum yang melibatkan berbagai pihak yang berwenang. Harus diketahui juga adanya sebab perselisihanlah yang akan memunculkan akibat perdamaian setelahnya. Akan tetapi tidak semua perdamaian membutuhkan perselisihan jika seorang atau sekelompok mampu memahami arti dari perdamaian serta menerapkan apa yang sudah dipahaminya dalam kehidupan sehari-harinya.

Penutup

Secara umum perdamaian memiliki dua jalan keluar, yaitu jalan positif yang mana jalan ini tidak akan memperpanjang suatu konflik, tidak akan memisahkan dua belah pihak yang sedang berkonflik, ataupun bisa disebut juga melalui jalan kekeluargaan. Sedangkan yang kedua yaitu jalan negatif, yang mana penyelesaian suatu konflik membutuhkan pihak yang berwenang, selain itu jalan ini dapat memisahkan kedua belah pihak untuk menghindari kekerasan.

Sedangkan di dalam Al-Qur’an juga Allah telah memerintakhan terkhusus untuk Nabi SAW. bisa juga digunakan secara umum seluruh umat manusia untuk menerima perdamaian tatkala salah satu pihak mengajukannya. Juga dikuatkan dalam firman-Nya untuk tetap bertakwa kepada-Nya tanpa mengkwatirkan apakah orang yang mengajukan perdamaian tersebut akan mengingkarinya atau tidak, karena sesungguhnya Allah maha mengetahui atas mahluk-Nya. Selain itu diperintahkan juga untuk mendamaikan jika terdapat sesama muslim yang sedang ada konflik. Setelah membaca uraian di atas diharapkan dapat memahamkan pembaca bagaimana jalan atau penyelesaian suatu konflik dengan jalan perdamaian, dan juga dapat memahami perintah Allah untuk mencintai perdamaian yang sudah difirmankan dalam Al-Qur’an. Coba kita memperhatikan kenapa sekarang ini masih banyak terjadi konflik antar umat?, hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran dalam diri manusia serta kurangnya pemahaman mengenai arti dari perdamaian. Bahkan ada juga yang sudah mampu memahami arti perdamaian akan tetapi belum mampu menerapkannya di dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu penulis mengajak mari sama-sama belajar memahami arti pentingnya damai, tidak hanya memahami saja akan tetapi menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari kita. Wallahu a’lam bishawab.

@Soheb Nurhafid – Semester 6

Explore More

Berlebihan dalam Beragama (Ghuluw)

Oleh Siti Lailatul Fitria Melakukan segala sesuatu dengan berlebihan tentu bukanlah suatu perbuatan baik. Dalam Islam disyari’atkan kepada umatnya untuk menjalankan suatu hal dengan seimbang, menengakkan sesuatu dengan takaran yang

Larangan Jual Beli Ketika Sholat Jum’at Dalam Kajian Tafsir al-Ibriiz

Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah dengan usaha perdagangan atau jual beli. Jual beli adalah pemindahan kepemilikan atas suatu barang yang mempunyai nilai dan dapat terukur dengan satuan

MAKNA ISLAM DALAM PRESPEKTIF AL-QURAN: Tlaah Kitab Tafsir Al-Misbah

Septy Khoirunnisak 12301183069 Apakah sebenarnya Islam itu? Sebuah pertayaan yang cukup ringkas namun membutuhkan jawaban dari beberapa sudut pandang. Karena makna Islam ini berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an. Sehingga membutuhkan