Soheb Nur hafid IAT 5B

Dewasa ini masih banyak orang-orang yang terlalu menggampangkan kata amanah, padahal jika dikaji lebih dalam amanah bukanlah perkara yang sepele. Kenapa bisa terjadi hal demikian?,karena kurangnya pemahaman mengenai makna amanah tersebut. Oleh karena itu disini saya akan mengajak pembaca bersama-sama memahami apa itu makna amanah dalam penafsiran Al-Qur’an.

Disini saya akan membagi tulisan ini dari beberapa pokok pembahasan supaya mudah dalam memahaminnya. Pertama saya akan membahas mengenai perintah menyampaikan amanah dalam QS an-Nisa(4): 58, memelihara amanah QS al-Mu’minun (40): 8, dan amanah yang dipikul manusia QS al-Ahzab (33): 72.

Hemat kata langsung saja kita masuk pada pembahasan pertama, perintah menyampaikan amanah dalam pandangan al-Qur’an. Firman Allah QS an-Nisa (4): 58 potongan ayat

۞ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menunaikan amanah kepada ahlinya”ayat ini diperintahkan terhadap semua umat manusia untuk menunaikan amanah dan senantiasa mencegah kezhaliman, akan tetapi ayat ini terkhusus untuk para pemimpin maupun penguasa seuatu daerah. Selain itu seorang pemimpin harus mampu berbuat adil dalam melakukan suatu tindakan seperti yang telah Allah berikan rahmat terhadapnya.[1] Oleh karena itu kebanyakan suatu Negara terkhusus Indonesia selalu mengadakan pemilu, sesungguhnya dengan adanya pemilu kita semua sudah menerapkan apa yang diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya pada ayat ini. Kita sebagai warga diwajibkan memilih salah satu calon yang tentunya mampu memikul atau menunaikan amanah (menunaikan amanah kepada ahlinya).

Selain itu dijelaskan juga dalam hadis al-Hasan dari Samurah, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:[2]

أَدِّاْلأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ

“Tunaikanlah amanah kepada yang memberikan amanah dan jangan khianati orang yang berkhianat kepadamu.” (HR. Ahmad dan Ahlus Sunah). Hadis tersebut menjelaskan mengenai amanah yang mencakup keseluruhan tanpa terkecuali, seperti amanah terhadap hak-hak Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mana amanah tersebut tanpa adanya pengawasan dari hamba yang lainnya, amanah tersebut mencakup shalat, zakat, puasa, dan sebagainya. Serta berkaitan dengan amanah hak-hak antar sesame hamba, yang mana amanah tersebut tanpa ada pengawasan dari saksi seperti halnya titipan suatu benda dan lain sebagainya.

Pembahasan selanjutnya yaitu memelihara amanah dalam QS al-Mu’minun (40): 8

وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَٰنَٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَٰعُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”.

Dijelaskan dalam tafsir al-Misbah[3] mengenai ayat tersebut bahwa seorang mukmin haruslah mampu menjaga sebuah amanah yang diberikan kepadanya (yang dipikulnya) baik amanah tersebut berupa harta kekayaan, sebuah perkataan (pesan), maupun berupa perbuatan dan sebagainya yang berkaitan dengan amanah. Juga selalu menepati janji-janjinya baik kepada Tuhan maupun sesame manusia. Sesungguhnya seorang yang benar-benar mukmin dia tidak akan mengkhianati sebuah amanah serta tidak akan mengingkari janji.

Selain itu ayat tersebut dapat dipahami juga bahwa ketika seorang mukmin diberikan sebuah amanah berupa harta, perkataan dan lain sebagainya, maka orang yang memikul amanah tersebut tidak akan mengkhianatinya, akan tetapi dia akan memberikan apa yang diamanatkan terhadapnya kepada seorang yang berhak untuk menerimanya. Begitu juga tatkala melakukan sebuah perjanjian maka dia akan menepati perjanjian tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir[4] bahwa tatkala mereka diberi sebuah kepercayaan, maka tidak akan mengkhianati kepercayaan tersebut, tetapi menunaikannya kepada yang berhak. Jika melakukan perjanjian, maka akan menepatinya, tidak seperti sifat dari orang munafik.

Selanjutnya masuk dalam pembahasan amanah yang dipikul oleh manusia, Allah SWT. Berfirman dalam QS al-Ahzab (33): 72

إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.

Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas ra,[5] kata amanah dalam ayat tersebut adalah sebuah kewajiban yang Allah berikan kepada langit, bumi dan gunung. Jika mereka semua melaksanakan amanah tersebut maka Allah akan membalas mereka sesuai dengan apa yang mereka lakukan, tetapi jika mereka melanggarnya maka Allah akan menyiksa mereka semua. Akan tetapi mereka semua enggan menerimanya dan menolak. Kemudian Allah memberikan amanah tersebut kepada Nabi Adam, lalu kemudiaNabi Adam menerimanya dengan segala konsekwensinya.

Hal yang dapat kita ambil dari tulisan ini adalah begitu sakral kata amanah jika kita semua mengetahui maknanya. Saking sakralnya kata amanah ini sampai-sampai mahluk Allah seperti langit, bumi, dan juga gunung enggan untuk mengucapkannya, seperti yang dijelaskan dalam QS al-Ahzab (33): 72. Akan tetapi kita semua mengetahui juga dari ayat tersebut bahwa Nabi Adam mengucapkan kata tersebut, itu artinya kita semua juga sudah menerima konsekuensi dari amanah tersebut. Lantas kita semua harus benar-benar mampu menjaga amanah tersebut supaya menerima balasan yang setimpa dengan apa yang kita lakukan kepadanya, seperti yang sudah dijelaskan dalam QS al-Mu’minun (40): 8. Perlu diketahui juga bahwasannya amanah bukan hanya ikatan antara hamba dengan Tuhan, akan tetapi terdapat juga amanah antara sesame hamba. Oleh karena itu marilah kita senantiasa memelihara dan serta adil (meletakkan sesuatu pada tempatnya) ketika berkaitan dengan amanah, seperti yang sudah dijelaskan dalam QS an-Nisa (4): 58.

Wallahua’lam bishawab.


[1]Tanpanama, “Qur’an Surat An-NisaAyat 58”, diaksesdarihttps://tafsirweb.com/1590-quran-surat-an-nisa-ayat-58.html, padatanggal 24 Oktober 2020, pukul 11.35
[2]Ishaq Al-Sheikh, TafsirIbnuKatsirJilid 2,Terj. Abdul Ghoffar, (Jakarta, Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2003), hlm 336.
[3]Tanpanama, “Surat Al-Mu’minunAyat 8”, diaksesdarihttps://tafsirq.com/23-al-muminun/ayat-8#tafsir-quraish-shihab, padatanggal 26 Oktober 2020, pukul 09.17
[4]Ishaq Al-Sheikh, TafsirIbnuKatsirJilid 5,Terj. Abdul Ghoffar, (Jakarta, Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2003), hlm 572.
[5]Admin, “Amanah Allah KepadaManusia”, diaksesdarihttps://www.annursolo.com/amanah-allah-kepada-manusia-tafsir-al-ahzab-72-73/, padatanggal 26 Oktober 2020, pukul 10.06

Explore More

M. Quraish Shihab: Sang Pendidik Teladan

M. Quraish Shihab: Sang Pendidik Teladan Laili Nur Hidayah   Ulama’ Indonesia yang identik dengan kearifan dan karya-karyanya yang mendunia yaitu M.Quraish Shihab. Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sindenrang

Biografi penulis kitab tafsir Al Azhar

Oleh Mela Anjelia Hamka, atau bernama asli Abdul Malik Karim Amrullah adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dikenal pula sebagai tokoh Masyumi dan ulama Muhammadiyah. Sepanjang hidupnya, Hamka dikenal

Pemilu di Tengah Pandemi ? Tetap Patuhi Protokol Kesehatan

Oleh Fahrul Munir فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ