oleh Lailatun Nadhiroh 

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖوَهُوَاَعْلَمُبِالْمُهْتَدِيْنَ﴿١٢٥﴾

“Sira Muhammad ngajak-ngajak amarang agamane pengeran ira kelawan hikmah lan pitutur kang bagus, lan ladenono bantahe wong-wong kang pada bantah sarana cara kang bagus, saktemene pengeran ira iku perso marang wong-wong kang sasar saking dalane Allah lan perso marang wong-wong kang oleh pituduh.”{Tanbih} Dawuh Wajadilhum iku ateges ngelarang perang. Dadi maksud bantah bahe aja perangan. Dawuh iki dimansukh kelawan ayat-ayat kang perintah perang. (Q. S. An- Nahl: 125 dalam tafsir Al-Ibriz).

Ayat ini menegaskan bahwasannya diutusnya Nabi Muhammad itu untuk mengajak umatnya berseru mengucap akan kalimat“Laaila haillallahu Muhammadun Rasulullah” yang berarti Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Nabi Muhammad diutus oleh Allah mengajak umat nya masuk islam dengan cara yang baik bukan dengan jalan perang. Karena sesungguhnya Misi Nabi Muhammad di dunia sebagai rahmat bagi alam semesta, sebagaimana Allah berfirman dalam Q. S. Al-Anbiya’: 107 وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ“(Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam).”Dengan cara memperbaiki akhlaq umat.

Sebagai umat Nabi Muhammad kita pun sudah selayaknya berjihad dengan meneledani dan meneruskan perjuang beliau mengajak umat menuju agama yang penuh rahmat. Bila mana ada yang menolak bahkan sampai memerangi, sepatutnya kita hadapi dengan baik hati jangan sampai mendahulukan emosi. Kalau zaman dulu berjihad fii sabilillah dengan cara berperang dengan adu pedang untuk saat ini bukan zamannya lagi adu pedang tapi adu mulut dan akal, dengan tidak terlepas dari Sumber dasar Islam.Tak perlu kita paksa mereka untuk mengikuti agama kita, tugas kita hanya mengajak bukan memaksa kan kehendak, dan Allah pun juga sudah berfirman dalam QS. Al Baqarah: 256لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ(Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)),karenaوَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ“ Dan jika Tuhan mu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya…”.QS. Yunus: 99.

Lalu bagaimanakah kita mengajak tapi tidak perlu memaksa?,Ingatlah bahwa yang membedakan manusia dengan makhluq lainnya ada pada akalnya lalu mengapa tidak digunakan? Maka dari itu kita gunakan akal dan mulut kita dengan semestinya bukan untuk membodohi atau pun menyacat orang lain saja, sudah selayaknya kita menerapkan apa yang difirmankan-Nya “ngajak-ngajak amarang agama ne pengeran ira kelawan hikmah lan pitutur kang bagus, lan laden ono bantah e wong-wong kang pada bantah sarana cara kang bagus”. Dalam kalimat ini Allah juga sudah memberikan petunjuk dengan memberikan tiga metode yang harus kita tempuh yakni dengan Hikmah, Mau’izah Hasanah, dan Mujadalah dengan baik.

Mengajak sama dengan Dakwah yang dimana manifestasi dakwah agar bisa mempengaruhi cara berpikir, bersikap dan bertindak sesorang baik pribadinya sendiri maupun masyarakat social, dengan harapan dakwah ini dapat memberikan output terhadap masyarakat dengan artian dapat memberikan arahan dan dorongan agar dapat membentuk realitas baru yang lebih baik dan juga bisa mengubah visi kehidupan social agar setidaknya tercipta“baldatun thayyibatun warabbun ghafuur”.

Metode yang pertama yakni dengan hikmah bagaimana dakwah dengan hikmah itu?Metode hikmah yakni ucapan atau nasihat yang jelas dan tegas disertai dalil yang dapat dipertanggung jawabkan yakni dapat mempertegas kebenaran dan dapat menghilangkan keragua-raguan. Kedua, Metode Mau’izah Hasanah (nasihat/pelajaran yang baik) yakni nasihat yang bisa mengenahati orang yang diberinasihat yang disampaikan dengan pengamalan dan keteladan dari yang menyampaikannya. Ketiga, Berdebat dengan baik. Debat yang baik yakni debat yang disampaikan dengan sopan ,mengunakan argumen yang benar, dan dapat membungkam lawan dan tetap berdasar dalil-dalil. Orang-orang yang  Mujadalah hendaknya tiada lah beranggapan antara satu dengan yang lainnya itu musuh tetapi hendaknya selalu positive thinking dengan beranggapan antara satu sama lainnya itu kawan yang saling tolong-menolong menemukan kebenaran. Mujadalah yang baik itu yang dimana perdebatan itu dapat menghambat timbulnya sifat jiwa negative insane seperti sombong, tinggi hati, tahan harga diri, ataupun yang lainnya lagi. Dan diusahakan saat berdebat dalam menghadapi lawan debat itu dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga lawan debat itu merasa harga dirinya dihormati.

Dan apabila berdebat dengan orang yang beda keyakinan janganlah sampai menghina atau mejelek-jelekkan keyakinan mereka karena itu sangatlah tindakan non-moral dan dilarang pula dalam Al-Qur’an sebagaimana firman Allah Swtوَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ“ Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan…”. QS. Al An’am: 108.

Untuk itulah kawan mari lah kita tunjukkan  pada dunia bahwa Islam itu Rahmatal Lil ‘Alamin, Islam itu ramah bukannya marah, Islam itu damai bukan bertikai. Mari kita terapkan pada diri kita dengan mulai berjihad dengan ramah dan berusaha menjadi pribadi yang berakhlaq mulia layaknya yang dicontohkan Nabi kita. Dengan begitu mereka yang menghina akan sadar dengan sendirinya dan semoga lekas diberikan hidayah Oleh-Nya sehingga berbondong-bondong masuk Islam. Salam hangat dari saya dan semoga kita bisa melanjutkan Misi Nabi Muhammad walaupun banyak rintangan yang menghadang akan terus mengobarkan panji Islam.

Explore More

SURAH MUHAMMAD AYAT 13

Oleh Syma Zakky Amelia Citra Pada ayat 13 dalam kitab Hidayatul Insan pada ayat tersebut memiliki arti: yakni betapa banyak negeri-negeri orang-orang yang mendustakan yang keadaannya lebih kuat daripada penduduk

Larangan Jual Beli Ketika Sholat Jum’at Dalam Kajian Tafsir al-Ibriiz

Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah dengan usaha perdagangan atau jual beli. Jual beli adalah pemindahan kepemilikan atas suatu barang yang mempunyai nilai dan dapat terukur dengan satuan

Sabar Tanpa Batas (Perspektif tafsir al-Ibriiz)

Sering kita dengar bahwa sabar itu memiliki batas, atau bahkan kita pun memiliki prinsip demikian, yakni sabar ada batasnya. Perlu kita ketahui bahwa sabar dan menyerah hampir memiliki respon diri