يَآيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِّنْ ذَكَرِوَّاُنْثَى وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْآ .إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللَّهِ أَتْقَكٌمْ . إِنَّ اللَّهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ. ()
Temenan ingsun Allah nitahake siro kabeh saking siji wong lanang (iyo iku Nabi Adam) lan siji wong wadon (iyo iku ibu hawa) lan ingsun ndadiake siro kabeh dadi pirang-pirang cabang, lan dadi pirang-pirang pepantan, supoyo siro kabeh podho kenal mengenal (ojo podho unggul-unggulan nasab) Sejatine kang luwih mulyo sangking siro kabeh mungguh Allah Ta’ala iku wong kang luwih taqwa. Temenan Allah Ta’ala iku tanah mersani lan tansah waspodho. (Q.S. Al-Hujurat ayat 13, Tafsir Al-Ibriz karya Bisri Mustofa).
Imam as-Suyuti dalam tafsirnya Al-Durr Al-Mantsur fi Tafsir Bil-Mat’sur menyebutkan kisah turunya surah ini. Ketika Rasulullah memasuki kota Mekkah dalam peristiwa Fathu Makkah, Bilal bin Rabbah naik ke atas kakbah dan menyerukan azan. Sebagaian penduduk Makkah terkejut karena mereka tidak tahu bahwa sesungguhnya Bilal telah terbiasa mengumandangkan adzan di Madinah. Perkataaan-perkataan penduduk Makkah bermunculan, ada yang mengatakan: “ Budak hitam inikah yang adzan di atas ka’bah? ”. Lalu turunlah al-hujurat ayat 13
Kata يَآيُّهَااالنَّاسُ dalam awal surah ini menunjukkan sifat universal. Bahwa semua manusia berifat setara sama-sama keturunan dari Nabi Adam dan Hawa. Tidak ada yang berbeda disisi Allah kecuali ketakwaan kepada Allah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa semua berasal dari kakek dan nenek moyang yang sama. Dari keturunan yang sama inilah Allah jadikan manusia berkembang banyak hingga memunculkan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Lalu mengapa manusia berbeda ?
Kata تعارفوا berasal dari kata عرفyang artinya saling mengenal. Sehingga perbedaan diciptakan agar manusia saling kenal mengenal. Adanya perbedaan ras, suku, warna kulit, adat merupakan hal wajar dalam kehidupan. Keragaman tidak dipaksakan untuk meneror, memaksa bahkan juga membunuh. Keragamaan inilah merupakan sarana untuk kemajuan serta membangun peradaban. Menurut prinsip dasar hubungan manusia bahwa sudah sunnatullah adanya keberagaman dalam kehidupan.
Dalam kitab Al-Ibriz juga dijelaskan تعارفوا diartikan supoyo siro kabeh podho kenal mengenal (ojo podho unggul-unggulan nasab). Ojo podho unggul-unggulan nasab di sini maksutnya adalah kita tidak boleh menyombongkan nashab yang kita punya. Membanggakan untuk merefleksi diri itulah yang boleh. Apabila seseorang memilik nasab yang baik maka harus bisa menjaga nashabnya dengan berbuat baik. Sedangkan membanggakan untuk menyombongkan di sinilah yang tidak boleh. Dengan penyombongan diri kita tidak akan bisa mengenal sesama. Pada ayat selanjutnya juga dijelaskan sesungghunya orang yang paling taqwa di sisi Allah hanyalah orang yang paling bertaqwa.
Sikap toleransi harus ditancapkan dalam keberagaman. Adanya sikap toleransi akan menimbulkan sikap tenggang dan saling mengerti satu dengan yang lainnya. Tidaklah mungkin seseorang dapat menghormati kekuasaan Allah SWT apabila dalam kenyataannya orang tersebut tetap merendahkan sesama manusia dalam berbagai bentuk.
Keberagamaan manusia sesungguhnya dihadapan Allah sama semua, tidak ada yang lebih unggul maupun yang jelek. Takaran kebaikan di mata Allah hanyalah ketakwaan seseorang terhadap Allah. Kemulian ini sebanding dengan ketakwaan. Allah maha mengetahui semua apa yang dilakukan manusia. Hanya Allahlah yang mengetahui serta mampu mengukur tingkat ketaqwaan seseorang.
Sedikit dapat ditarik benang merah bahwa keberagaman membuat kita mengerti artinya perbedaan yang indah. Tanpa adanya keberagaman maka dunia akan terlihat sama semua. Keberagaman sudah semestinya dapat diterima dari semua kalangan. Tidak perlu lagi untuk dipermasalahkan, apalagi sampai beradu. Nikmati keragaman yang telah digariskan oleh Allah kepada kita semua.
Keragaman juga ada untuk saling kenal-mengenal, bertukar pemikiran dan juga membangun peradaban. Tidak ada yang berbeda di hadapan Allah, yang berbeda hanyalah sisi ketaqwaan. Maka dari itu menyelaraskan sesama saudara adalah hal yang penting dalam kehidupan. Mereka dapat dikenal karena adanya keberagaman dari sang Pencipta. ()
20191104_162322

Explore More

Sudahkah Anda Khusyu’ dalam Membaca Al-Quran?

“Umpomo ingsun Allah Ta’ala nurunake Al-Quran iki atas gunung (lan gunung mau katitahake nduwe pengertian koyo manungso) sing mesthi bakal ningali gunung itu, katon khusyu’ tur pecah, sangking wedine marang

Perempuan dalam TafsirAl-ibriz

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ اَنِّيْ لاَاضِيْعُ عَمَلَ عَا مِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثَى. بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ. فَالَّذِ يْنَ هَا جَرُوْاوَاُخْرِ جُوْا مِنْ دِيَا رِهِمْ وَاُوْذُوا فِيْ سَبِيْلِي وَ قَتَلُوْا وَقَتِلُوا

Sikap Terhadap Anak Yatim Dan Orang Miskin Dalam QS. Al-Ma’un Perspektif Tafsir Al-Ibriz

“Opo siro weruh wong kang nggorohake agomo..?Nggorohake anane hisab lan wewales..?Yen ora weruh yoiku lho, wong kang nolak kanthi kasar marang anak yatim kang njaluk bandhane dhewe, lan ora gelem