Laili Nur Hidayah
Nama lengkap Syaikh Nawawi Al-Bantani adalah Abu Abdullah al-Mu’thi Muhammad Nawawi ibn Umar at-Tanari al-Bantani al-Jawi. Lahir pada 1230 H atau 1815 M. Di desa Tanara Kecamatan Tirtayasa, Serang, Banten. Syaikh Nawawi merupakan putra pertama dari K.H Umar, seorang ulama berasal dari desa Tanara. Ayahnya merupakan penghulu, pemimpin masjid, bahkan pendidikan Islam di daerahnya. beliau mengajar putra-putranya sendiri (Nawawi, Tamim, dan Ahmad) pengetahuan dasar dalam bahasa Arab, fiqih, dan tafsir. Selanjutnya beliau berguru kepada Kiai Sahal (masih di daerah Banten), setelah berguru pada Kiai Sahal mereka melanjutkan pelajaran di Purwakarta kepada Kyai Yusuf.
Menurut silsilah genologis dan asal-usul keturunannya Syaikh Nawawi merupakan keturunan orang-orang besar, dan bersilsilah dari Sunan Gunung Jati, salah seorang pejuang islam ditanah jawa. Pada umur 15 tahun, Syaikh Nawawi sudah melakukan ibadah haji dan tinggal di Makkah selama 3 tahun. Rupanya kehidupan intelektuan di Makkah sangat menarik, sebab tidak lama setelah tiba di Banten, ia kemudian belajar lagi di Makkah dan tinggal disana seterusnya sampai wafat.
Di Makkah antara tahun 1830-1860, Syaikh Nawawi belajar dibawah bimbingan ulama terkenal antara lain adalah Khatib Sambas, Abdulghani Bima, Nahrawi, dan Abdul Hamid Daghestani. Pada tahun 1860-1870 ia mengajar di Masjidil Haram, setelah tahun 1870 ia memutuskan aktivitasnya untuk menulis. Nawawi seorang yang produktif dan berbakat, tulisannya meliputi karya pendek yang berisi tentang pedoman ibadah sampai kepada tafsir Al-qur’an yang terdiri dari 2 jilid, dan diterbitkan di mesir pada tahun 1887. Selain itu masih terdapat 38 karya Syaikh Nawawi yang penting, contohnya adalah:
syarah al-jurumiyah, berisi tentang tata bahasa Arab, terbit pada 1881.
Syarah sullam al-munajjah,berisi persoalan ibadah, terbit pada 1884.
Tafsir al-qur’an (murah labid li kasyfi ma’na qur’an majid), dsb.
Dalam konteks pemikiran, ide-ide pemikiran Nawawi al Bantani tertulis dalam karya-karya fikih, tauhid, tasawuf, tafsir, hadis, dan sejarah. Karena itu, secara tipikal dan tipologis, Abd. Rahman meringkas pandangan Nawawi al Bantani ada pada empat bidang; tafsir, sufisme, hukum Islam, dan tauhid. Artinya, menyangkut tasawuf atau sufisme, ia tidak menyuruh dan tidak pula melarang murid-muridnya untuk memasuki tarekat, ia tampaknya berusaha bersikap netral, sekalipun diketahui ia merupakan pengikut salah seorang gurunya Syaikh Khathib al Sambasi, tokoh pendiri tarekat Naqsyabandiyah wa Qadiriyah di Nusantara ini. Nawawi al Bantani sendiri menulis beberapa karya tentang tasawuf atau sufisme seperti disebutkan dalam karya-karya ilmiahnya. Tasawuf yang diikutinya adalah tasawuf al Ghazali.
Dalam bidang hukum Islam, tidak heran ternyata kalau Nawawi al Bantani adalah mufassir dan musyarrih (penafsir dan pengulas/penjelas) sekaligus pembela Madzhab al Syafi’i. Pada konteks ini, ia juga menafsirkan dan memberikan penjelasan karya-karya Syafi’iyah, seperti al Ramli, Zakaria al Anshari, Ibnu Hajar al Asqalani dan sebagainya. Dalam bidang tauhid, Nawawi al Bantani adalah tipikal Asy’ariyah, sekalipun ia tetap menekankan pentingnya penggunaan akal dalam memahami Tuhan khususnya, di samping wahyu al Quran itu sendiri.
Kemasyhuran Syaikh Nawawi dikenal secara luas di hampir seluruh dunia Arab. Karya karyanya banyak beredar terutama dinegara-negara yang menganut madzhab imam syafi’i. Di Kairo ia sangat terkenal, buku tafsirnya Marah Labid yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama Al-Azhar. Demikian terkenalnya nama Syaikh Nawawi sehingga pada sampul tafsir tersebut edisi cetakan Kairo, ia diberi julukan “Sayyid Ulama al-Hijaz” yang artinya “pemimpin para ulama Hijaz”
Di Indonesia Syaikh Nawawi tentu sangat terkenal, ia menjadi kebanggaan sebagai seorang putera Indonesia yang keahliannya diakui di dunia Arab. Semua buku yang di sebutkan diatas secara luas dipelajari di pesantren-pesantren jawa, dan beliau wafat di Makkah dan di makamkan di tanah perkuburan al-Ma’la di Makkah. Oleh penulisnya, Syaikh Nawawi, tafsir ini dinamakan Marah Labid li Kasyfi ma’na Qur’an Maji, akan tetapi dalam perkembangannya tafsir ini dikenal dengan nama At-tafsir al-Munir li Ma’alim At-Tanzil Al-Musfir li Mahasin At-Ta’wil, lidah orang Indonesia sering menyederhanakan dengan Tafsir Munir. Dalam semua edisi yang diketahui oleh penulis, kitab ini dicetak bersama dengan kitab tafsir Al Wajiz fi Tafsir al-qur’an al-Aziz karya Imam Abu Al-Hasan, Ali ibn Ahmad al-Wahidi (wafat 468H).
Kiprah Sayyid Ulama’ Hijaz: Sang Mufasir dari Banten
30/03/2021
0 Comments
Explore More
HUMOR DALAM ALQURAN
Oleh Nur aeni (Kajian Tafsir Al-Ibriiz karya KH. Bisri Musthofa) Kehidupan seorang muslim tidaklah semua waktunya dipakai untuk sujud dan ruku, atau tidak semuanya dipakai untuk bermain. Manusia sendiri terdiri
DUA SURAH PERLINDUNGAN DIRI DALAM TAFSIR AL IBRIZ(Q.S Al Falaq dan Q.S An Nas)
(Faidah) Kanjeng Nabi nate kedadiyan disihir wong, sihire pancen mandi banget nuli Kanjeng Nabi kedhawuhan maos ta’awudz kasebut. Lan ugo kasebut ta’awudz ing surat An Nas. Setiap masa kehidupan manusia
Salah Satu Sumpah Allah Dalam Waktu Senja
Oleh: Nur Laili Fitriany Keindahan merupakan sifat dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan pengalaman persepsi kesenangan, kepuasan, ataupun bermakna. Dalam artian lain diartikan sebagai