Perlombaan dalam Islam disebut dengan istilah “Jual” dan hukumnya boleh. Pada hakikatnya praktek Ju’al (perlombaan) adalah seseorang mengumumkan kepada khalayak bahwa siapa yang bisa menang dalam mengikuti perlombaan ini akan diberi hadiah atau imbalan. Dan Ju’al ini berlaku untuk umum, siapa saja boleh untuk mengikuti suatu perlombaan.
Pada akhir-akhir ini banyak muncul dan tersebar fenomena disekitar kita. Salah satu dari fenomena tersebut adalah demi meriahnya acara HUT RI, sebuah lembaga mengadakan acara jalan sehat yang diikuti oleh warga dan penduduk sekitar. dengan harga kupon Rp. 50.000 per lembar. Untuk menjalin peserta yang banyak, panitia menyediakan hadiah utama mobil Xenia dan beberapa hadiah extra lainnya. Kadang-kadang seseorang membeli lebih dari satu kupon. Mereka beranggapan bahwa semakin banyak dia membeli kupon maka semakin banyak peluang untuk menang. Untuk menentukan peserta yang beruntung, pemenang ditentukan dengan cara pengundian. Anehnya acara tersebut menjadi ajang jual beli kupon saja. Karena satu orang boleh membeli puluhan kupon walaupun diantara mereka tidak ikut jalan sehat. Disini penulis akan menjelaskan bolehkah jual beli dengan tujuan diatas bagi orang yang mengikuti jalan sehat, orang yang tidak mengikuti dan yang membeli kupon lebih dari satu lembar?
Jawab : tidak diperbolehkan, karena terdapat unsur khimar(judi) didalamnya.
Hal ini juga sudah dijelaskan dalam Qs. Al-Baqarah ayat 219:
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ ٱلْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلْءَايَٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, ”(Q. S. Al-Baqarah: 219)
Qs. Al-Baqarah ayat 219 ini juga dijelaskan dalam tafsir al-Ibriz karya bapak Bisri Mustofa berbunyi: “Sahabat Umar bin Khattab, Mu’ad bin Jahal, lan segolongan saking sahabat Ansor, podo nyuwun fatwa saking Kanjeng Nabi ing bab hukume Khamr (sajeng) lan maisir (totohan), nuli Allah nurunake ayat iki kang surasane: ngumbe arak lan nglakoni totohan iku ono dosone kang gedhe, lan ana manfaate, ono dosone amergo penggawean loro mau biso nimbulake tukaran, pisuh-pisuhan lan mendem geluyuran. Ono manfaate amergo enak, seneng oleh duwit ora kangelan lan liyo-liyone maneh. Nanging doso ne isih luwih gedhe katimbang manfaate. Poro sahabat podo takon maring Kanjeng Nabi : sak pinten kintenipun infaq (nyokong) puniko? Kanjeng Nabi katurunan ayat surasane : infaq (shodaqoh) iku sak luwihe saking hajate dhewe, dadi ojo nganti awak dewe terlantar jalaran saking sodaqoh mau. Koyo katerangan-katerangan kang wis tinutur mau, Allah ta’ala suka katerangan marang siro kabeh podho pikir-pikir. Sahinggo siro kabeh biso nindakake opo kang luwih patut lan luwih manfaat.”
Selain itu sumber dalil lainnya terdapat dalam Qs. Al-maidah ayat 90:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi (berkurban untuk berhala, dan mengadu nasib dengan anak panah), adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 90)
Ayat diatas juga dijelaskan dalam tafsir al ibriz yang berbunyi: “He wong- wong mukmin ! sejatine arak (minuman keras) lan totohan lan berhala lan azlam, iku kabeh namung kotor kang timbul saking ajakane syetan, mulo siro kabeh kudu ngadohi supoyo siro kabeh podho bejo.” Bentuk yang diperbolehkan syariat dan dapat diterima oleh syara’ adalah hadiah –hadiah yang dapat memotivasi, mengajak kedalam peningkatan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan amal salih. Misalnya hadiah yang disediakan para pemenang dalam perlombaan menghafal surat-surat pendek, lomba MIPA, dsb. Hadits riwayat Ahmad dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa Nabi Muhammad pernah melaksanakan perlombaan balap kuda. Kemudian nabi memberikan hadiah tertentu kepada para sahabat yang telah memenangkan perlombaan tersebut. Diriwayatkan dari Bukhari dari Urwah. Ketika orang telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh sebuah panitia khusus , maka ia berhak mendapatkan hadiah tersebut. Hadiah seperti ini diperbolehkan dan tidak ada perdebatan mengenai hukumnya.
Sedangkan bentuk yang diharamkan adalah jika ada orang yang membeli kupon dengan harga tertentu, banyak atau sedikit, tanpa adanya susah payah untuk mendapatkannya, dan tanpa ada gantinya melainkan hanya untuk ikut serta dalam memperoleh hadiah yang disediakan seperti contoh soal diatas yaitu (mobil ), barang branded lainnya. Hal seperti itu termasuk larangan serius (bagi yang melakukannya dianggap telah melakukan dosa besar), karena termasuk perbuatan judi yang dirangkaikan dengan khamr dalam al-Qur’an. Adapun dalil diharamkannya perjudian seperti itu juga terdapat dalam kitab Al-Bajuri ‘ala Fathul Qarib juz II, hlm. 310
وَإْنِ أَخْرَجَاهُ أَيِ الْعِوَضِ المُتَسَابِقَانِ مَعَالَمْ يَجُزْ … وَهُوَ أَيِ الْقَمَارُ الْمُحَرَّم كُلّ لَعْب تَرَدَّدَ بَيْنَ غَنَمِ وَغَرَمٍ. (الباجوري على فتح القريب )
Artinya: “ Dan jika kedua pihak yang berlomba itu mengeluarkan taruhan secara serentak, maka tidak boleh. Dan itu termasuk judi yang diharamkan, yakni semua permainan yang berkutat antara meraup (memperoleh) dan nihil (tidak memperoleh sama sekali).
Penulis disini menemukan beberapa cara yang dapat kita gunakan untuk suatu perlombaan, tapi bukan termasuk perjudian: pertama, hendaknya hadiah itu dari satu orang saja seperti dari penguasa, orang kaya, dsb. Kedua, Dua orang atau lebih ikut serta dalam suatu perlombaan. Lalu sebagian peserta itu membayar sejumlah uang dan sebagian lagi tidak. Ketiga, Ada peserta baru yang masuk untuk mengikuti perlombaan, namun dengan syarat peserta baru itu tidak membayar apapun. Peserta baru itu dinamakan ulama sebagai muhallilain (yang menghalalkan). Selain syarat itu, ada syarat lain, yaitu hadiah tersebut harus diberikan kepada sang pemenang walaupun yang menang itu adalah muhallil. Adanya muhallil untuk mengeluarkan suatu masalah (perlombaan) agar tidak termasuk perjudian.
Sebab jika ada dua orang peserta atau lebih membayar uang, setiap para peserta akan mengharapkan keuntungan dan khawatir mengalami kerugian, inilah memang keadaan para penjudi. Namun, jika ada salah seorang masuk diantara mereka berdua untuk ikut serta dalam perlombaan, di mana orang yang baru masuk itu tidak membayar taruhan sedikitpun, bentuk perlombaan seperti ini akan jauh dari bentuk perjudian. Adapun solusi untuk penyelenggaraan lomba berhadiah, diantaranya adalah: pertama, uang pendaftaran tidak menjadi hadiah. Kedua, hadiah diperoleh dari sumber lain. Ketiga, Jenis yang dilombakan tidak termasuk dalam larangan syariat seperti keterampilan dalam perang, jalan cepat, memanah, menembak, balap kuda dan lain-lain.
Jadi, adanya pungutan uang kepada peserta lomba, yang mana dari hasil pungutan uang tersebut digunakan untuk anggaran hadiah. Hal ini diqiyaskan dengan perbuatan judi. Karena kedua hal tersebut memiliki persamaan, yakni semua peserta mengumpulkan uang ataupun sejenisnya untuk taruhan. tanpa adanya susah payah untuk mendapatkannya, dan hanya untuk ikut serta dalam memperoleh hadiah yang disediakan. Hal ini tentu sangat merugikan peserta yang lain yang tidak menang. Dan menyebabkan bentuk perlombaan tersebut tidak diperbolehkan atau haram. Apabila perlombaan tersebut dengan menyertakan salah seorang peserta yang tidak dipungut biaya maka hukumnya boleh, artinya dengan adanya Muhallil (peserta yang tidak dipungut biaya). Itulah pentingnya belajar agama dan sebagai pemuda zaman sekarang kita harus berhati-hati dalam melakukan sesuatu.
Wallahua’lam.
@Ahmad Aziz Sholahuddin – Semester 6