وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

“Wong-wong kang ndueni famili wenehono hak-hak e, koyo nafaqoh, shodaqoh utowo liyane. Lan ugo wong miskin lan anak dalan. Lan siro ojo tabdzir ceh-ceh duwit kanggo infaq tanpo guno”

(Tafsir Al-Ibriiz, QS Al-Isro’[17]: 26)

Surat Al-Isra’ adalah surat ke-17 dalam Al-Qur’an. Surat ini terdiri dari 111 ayat dan juga termasuk surat Makiyyah karena diturunkan di Makkah. Tidak semua ayat dalam surat ini diturunkan di Makkah. Namun ada juga yang diturunkan di Madinah yang disebut dengan surat Madaniyah.

        Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan bahwa pemberi kebaikan akan menerima kebaikan, bahkan dapat berlipat ganda dan dengan bonus yang luar biasa. Memberi dalam islam disebut dengan berbagai istilah. Ada zakat, infaq, shodaqoh, dan masih banyak lagi lainnya. Pemberian juga dikategorikan dalam banyak hal, misalnya memberi berupa harta benda, memberi makan orang miskin ataupun memberi air minum kepada hewan yang sedang kehausan.          

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa memberi senyum pun termasuk sedekah. Ini artinya memberikan senyuman akan membuatmu menerima pahala. Pahala diartikan secara umum sebagai balasan Allah terhadap apa yang sudah kita lakukan selama di dunia, dan akan kita terima nanti di akhirat.

Namun sesungguhnya, tidak perlu menunggu di akhirat untuk mengetahui bagaimana nikmatnya pahala dari Allah. Sekarang pun dapat kita rasakan kenikmatannya. Misalnya  pahala dalam bentuk kepuasan batin, kenyamanan hati, kebahagiaan dan bentuk-bentuk bahagia lainnya.

Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa kita dianjurkan untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Kita tidak boleh berbuat angkuh kepada sesama, apalagi berbuat angkuh kepada saudara sendiri. Islam mengajarkan senantiasa untuk saling memberi. Memberi sesuatu yang membuat orang lain senang dengan pemberian kita.

Harta yang kita punya sesungguhnya hanyalah titipan dari Allah, dan nanti akan kembali kepada Allah. Kita tidak boleh terlalu sombong dengan harta yang kita punya. Kita juga tidak boleh serakah, karena sebagian dari harta kita adalah milik orang yang tidak mampu.

            KH. Bisri Musthofa menjelaskan dalam kitab tafsirnya, Al-Ibriz bahwa kita dianjurkan untuk memberi nafkah, shodaqoh ataupun yang lainnya kepada kerabat, orang miskin dan kepada orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) mencari ridho Allah. Selain memberi, kita juga dilarang untuk berbuat boros terhadap apa yang sudah diberikan Allah kepada kita. Kita tidak boleh membelanjakan harta kita tanpa ada manfaat dan juga tidak memperhatikan orang lain yang ada disekitar kita.

            KH. Bisri Musthofa dalam kitab tafsirnya menjelaskan kita tidak boleh menghambur-hamburkan harta hanya untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Kita juga harus memikirkan orang lain, karena dibalik kesenangan kita terhadap banyaknya harta, ada orang lain yang bingung mencari uang untuk makan. Apabila kita mempunyai harta yang berlebih maka hendaknya sebagian harta kita, disumbangkan kepada orang yang membutuhkan. Jangan hanya membelanjakannya di jalan yang tidak benar.

            Kita tidak boleh mementingkan diri kita sendiri. Apabila kita senang maka kita juga harus berbagi kesenangan kepada orang lain. Selain akan mendapatkan pahala kita juga akan disenangi banyak orang. Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan sedikit rezeki alangkah baiknya, kita berikan sebagiannya kepada orang yang kurang mampu. Selebihnya kita pergunakan untuk berada di jalan Allah.

            Allah SWT., berfirman dalam QS Al-Hadid ayat 7, yang artinya “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkan sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.

            Ayat tersebut menjelaskan bahwa harta hanya titipan dari Allah. Karena firman Allah “Hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.” Hakikatnya, harta tersebut adalah milik Allah dan Allah ta’ala yang memberi kekuasaan pada makhluk untuk menguasai dan memanfaatkannya.

            Al Qurthubi Rahimahumullah menjelaskan bahwa ayat tersebut merupakan dalil yang pada hakikatnya harta itu milik Allah. Seorang hamba tidak memiliki apa-apa melainkan apa yang telah diridhoi oleh Allah. Barang siapa menginfaqkan hartanya di jalan Allah, maka sama halnya dengan mengeluarkan harta orang lain dengan seizin-Nya. Dari situ ia akan memperoleh pahala yang berlipat ganda.

            Dengan membelanjakan harta kita dijalan Allah maka kita tidak akan takut akan berkurangnya harta kita. Melainkan akan dilipat gandakan harta kita. Dan juga akan lebih bermanfaat untuk kita sendiri serta orang lain. apabila suatu saat harta kita diminta kembali oleh Allah, maka kita harus merelakannya, karena semua yang kita punya pada sejatinya  hanyalah sebuah titipan belaka. Dan yang terpenting kita sudah berbuat baik dengan harta itu, serta menggunakannya hanya untuk keperluan yang bermanfaat. Tidak hanya menghambur-hamburkan namun juga memberikan sebagiannya kepada orang yang membutuhkan.Jadi, makna memberi di dalam surat Al-Isra’ ayat 26 ini adalah memberikan sebagian harta kita kepada saudara, orang miskin, orang yang sedang berada diperjalanan mencari ridho Allah, dan yang lainnya. Dan juga kita tidak boleh menghambur-hamburkan harta yang Allah titipkan untuk sesuatu yang kurang bermanfaat.

@Sifana Khurota ‘Ayun (IAT semester 6)

Explore More

Keberagaman Jalan Ta'aruf

يَآيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِّنْ ذَكَرِوَّاُنْثَى وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْآ .إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللَّهِ أَتْقَكٌمْ . إِنَّ اللَّهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ. () Temenan ingsun Allah nitahake siro kabeh saking siji wong lanang (iyo

Pandangan Bisri Mustofa tentang Kebaikan Akhirat (Kajian Tafsir Al-Ibriz Q.S Al-Baqarah Ayat 201)

Kebaikan dunia sekaligus akhirat menjadi impian yang besar semua umat muslim. Kebaikan akhirat sendiri merupakan buah kebijaksanaan manusia yang diharapkan kepada Allah SWT. untuk kehidupan haqiqi akhirat sebagai wujud hamba

Meraih Derajat Tinggi melalui Akal

Bukan orang pintar, bukan juga orang yang beruntung. Akan tetapi orang yang Bijak, dan Mau Berpikir yang dapat menikmati hidupnya. Hidup adalah berkah bagi kaum yang mau berpikir. Sudahkah Anda