Oleh Mariatul Qibtiyah
Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Kahfiayat 54 yang berbunyi:
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا القُرْأَنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَكَانَ الإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا (الكهف: ٥٤)
Artinya: “ Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur’an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah” (al-Kahfi: 54)
Allah membuat perumpamaan di dalam al-Qur’an bagi manusia, kadang menggunakan bentuk jamak (amtsal) atau pun dalam bentuk mufrad (matsal) dalam beberapa ayat dan surat. Kadang juga kedua bentuk tersebut digunakan secara bersamaan dalam satu ayat, yang bertujuan untuk menampilkan halih walke benaran atau menunjukkan betapa pentingnya pesan yang terkandung didalamnya.
Berangkat dari firman Allah diatas, penulis ingin memaparkan sedikit tentang perumpamaan-perumpamaan yang telah Allah sebutkan di dalam al-Qur’an. Banyak sekali perumpamaan-perumpamaan di dalam al-Qur’an,mulai dari perumpamaan-perumpamaan yang berupa kisah,berupa ungkapan-ungkapan atau pun dalam bentuk yang lainnya,
Terdapat banyak macam-macam perumpamaan didalam al-Qur’an, para ulama’ berbeda pendapat dalam hal ini. As-Suyuthi membagi perumpamaan dalam al-Qur’an menjadi dua macam, yaitu amtsal al-Musharrahah dan amtsal al-Karimah. Sedangkan menurut Manna’ al-Qaththan dan Muhammad Bakar Ismail membaginya menjadi tiga macam, yaitu al-Musharrahah, al-Karimah, dan al-Mursalah. Dari dua pendapat tadi, penulis hanya akan menulis kan contoh-contoh dari Amtsal al-Karimah atau suatu perumpamaan yang didalamnya tidak disebutkan secara jelas, baik lafadz tamstil secara langsung ,keadaan sifatnya, dan tidak juga dijelaskan secara pasti mengenai saat terjadinya peristiwa, tetapi lafadz yang digunakan adalah menunjukkan makna yang tersirat indah dan menarik dalam susunan kata nya serta mempunyai pengaruh tersendiri bila kalimat itu digunakan.
Ayat yang berupa ungkapan untuk berbuat bijak dan sederhana
وَالذِينَ اِذَا اَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebihan dan tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu ditengah-tengah antara demikian” (Al-Furqan: 67)
Dalam tafsir An-Nuur karya Teungku Muhammad Hasbhi Ash-Shiddieqy, dikatakan bahwa hamba-hamba Allah yang benar-benar mukmin tidak akan melampaui batas dalam mengeluarkan hartanya dan tidak pula berlaku kikir terhadap diri ataupun terhadap keluarga. Mereka mengeluarkan nafkah secara seimbang, tidak melampaui batas dan tidak pula sangat kurang dari batas, hal ini lah dasar hemat yang dianjurkan oleh al-Qur’an.
…وَلَا تَجْهَر بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula kamu terlalu melunakkannya dan carilah jalan tengah diantara keduan yaitu..” (Al-Isra: 110)
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةًاِلَي عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ البَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُوْرًا
“Dan janganlah kamu menjadi kantangan muter belenggu pada lehermu, dan jangan pula kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al-Isra: 29)
Dari ayat-ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa sebaik-baik perkara adalah pertengahan atau Khoirul umuri ausathuha , tidak lebih dan juga tidak kurang. Karena sesungguhnya Allah tidak suka terhadap yang berlebih-lebihan.<%