“Umpomo ingsun Allah Ta’ala nurunake Al-Quran iki atas gunung (lan gunung mau katitahake nduwe pengertian koyo manungso) sing mesthi bakal ningali gunung itu, katon khusyu’ tur pecah, sangking wedine marang Allah Ta’ala. Tepo tulodho kang wis tinutur mau, Ingsung ndadekaken kanggo manungso, supoyo poro manungso podho gelem podho mikir (banjur podho gelem iman)” (Tafsir Al-Ibriz Surat Al-Hasyr [59]: 21 )

            Membaca Al-Quran biasa dilakukan oleh umat muslim di seluruh dunia. Bahkan setiap melaksanakan sholat, ayat Al-Quran menjadi bagian terpenting dalam bacaan-bacaan sholat. Salah satu contohnya ialah surat Al-Fatihah yang wajib dibaca ketika sholat disetiap rokaatnya. Selain itu, mulai dari takbir hingga mengucap salam termasuk dalam membaca atau melafalkan Al-Quran. termasuk juga dzikir setelah sholat seperti membaca ayat kursi juga termasuk dalam ayat yang terdapat dalam Al-Quran [QS. Al-Baqarah: 163 dan 255].

            Membaca Al-Quran umumnya dibiasakan mulai dari usia dini, dimulai dari mengenal huruf-huruf hijaiyah hingga kita bisa menggabungkannya dan dapat secara langsung membaca Al-Quran. Lebih dari itu, banyak kita temui hafidz-hafidzah yang usianya masih sangat kecil. Para orang tua sudah mengajarkan anak-anak mereka dengan membiasakan diri membaca sekaligus menghafalkan Al-Quran. Bahkan setiap bulan ramadhan salah satu stasiun televisi menyiarkan acara khusus tahfidzul Quran yang pesertanya anak-anak dibawah usia 18 tahun. Hal ini merupakan contoh acara yang positif dan dapat menginspirasi setiap penontonnya.

            Meskipun membaca Al-Quran tidak termasuk dalam rukun islam, tetapi dalam hadits Rosulullah sangat menganjurkan untuk membaca Al-Quran. Karena Al-Quran dapat menjadi Syafaat di hari akhir bagi yang membacanya. Sebagaimana dalam hadits Nabi berikut:

عن أَبي أُمامَةَ رضي اللَّه عنهُ قال : سمِعتُ رسولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ : « اقْرَؤُا القُرْآنَ فإِنَّهُ يَأْتي يَوْم القيامةِ شَفِيعاً لأصْحابِهِ » رواه مسلم

Artinya: Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim).

            Selain itu, masih banyak lagi keutamaan dalam membaca Al-Quran, mulai dari mendapatkan pahala, hingga dapat bersama Malaikat di akhirat kelak. Sebenarnya kita sebagai umat islam bukan hanya membaca, melafalkan dan menghafalkan Al-Quran saja, sebagaimana dalam hadits Rosulullah menjelaskan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang belajar dan mengajarkan Al-Quran. Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Hajjaj bin Minhal dari Syu’bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubaidah dari Abu Abdirrahman As-Sulami dari Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”

Masih dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Utsman bin Affan, tetapi dalam redaksi yang agak berbeda, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .

“Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”

. Maka dari itu, kita tidak semena-mena hanya membacanya saja tetapi juga harus bisa khusyu’ (memahami) isi kandungan ayat yang dibaca.

            Dengan demikian, penulis mengajak para pembaca untuk menganalisi bagaimana khusyu’ bukan hanya diterapkan dalam mengerjakan sholat tetapi juga dikerjakan dalam membaca Al-Quran. Kemudian, kita akan berselancar masuk ke dalam Tafsir Al-Ibriz untuk mengulas tentang khusyu’ dalam membaca Al-Quran. Selain itu, selama ini belum ada penelitian yang mengungkap tentang khusyu’ dalam membaca Al-Quran.

  1. Mengenal Makna Khusyu’

       Secara bahasa atau etimologi khusyu’ berakar dari kata khasya’a yang berarti tenang atau tunduk (khusu’) [ Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, hlm. 471]. Khusyuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh, dan penuh kerendahan hati [Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 378 ]. Kata khusyu’ juga mempunyai beberapa arti seperti tunduk, rendah atau perlahan, diam atau tak bergerak [Allah SWT Berfirman: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, kamu lihat bumi itu diam tak bergerak, dan apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (QS. Fussilat (41): 39)].

       Menurut istilah atau terminologi, khusyu’ artinya kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keiginan yang keji yang berawal dari menuruti hawa nafsu, serta kepasrahan dihadapan Ilāhi yang dapat melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sifat tinggi hati [ Muhammad Zaenal Arifin, Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani, Disertasi, hlm. 124]. Adapula yang mengatakan bahwa khusyuk adalah konsentrasi di saat hati terselimuti oleh ketaatan kepada Allah dan merasa tenang lahir batin. Ini adalah khusyuk ekslusif. Adapun khusyuk secara umumdan merupakan ciri khas kaum mukminyang timbul dari kesempurnaan seorang hamba dalam mengenal Allah dan merasa diawasi oleh-Nya [Lia Mega Sari, Khusyuk Dalam Al-Quran (Kajian Tematik), hlm. 125.

       Khusyuk adalah ketika hati menjadi tenang dan tentram dengan mengerjakan ibadah salat serta tanpa disibukkan dengan sesuatuu apapun selain salat. Khusyuk adalah buah keimanan hasil keyakinan makhluk, atas sifat keagungan Allah SWT, barang siapa yang dapat merasakannya, niscaya ia akan khusyuk, baik dalam salat atau di luar salat Rizal Ibrahim, Rahasia Salat Khusyuk, hlm. 135. Ada pula yang menyatakan bahwa khusyuk itu adalah tali hubungan antara sang hamba dengan Tuhannya. Walaupun begitu, khusyuk tidaklah semudah mengatakannya, karena khusyuk itu tercipta memerlukan berbagai syarat, dan semua itu tergantung dengan diri seseorang.

       Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa khusyu’ adalah menjaga ketenangan hati agar dapat terhindar dari keinginan yang keji serta melenyapkan sifat tinggi hati, karena dengannya dapat menumbuhkan kefahaman dan kejernihan pikiran. Setelah mengenal apa itu khusyu’, kemudian kita akan membahas tentang bagaimana khusyu’ diterapkan dalam membaca Al-Quran.

  • Penerapan Khusyu’ dalam Membaca Al-Quran Versi Al-Ibriz

       Kata khusyu’ sering kita dengar disandingan bersama dengan sholat, serta jarang sekali kita mendengar kata khusyu’ disandingkan dalam membaca Al-Quran. Padahal khusyu’ dalam membaca dan mempelajari Al-Quran, sebagaimana terdapat dalam surat Al-Hasyr sebagai berikut:

لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُۥ خَٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُون

Artinya: “Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (Q. S. Al-Hasyr (59): 21).

       Ayat ini menjelaskan dengan tegas tentang keagungan Al-Quran, serta Allah memberikan gambaran tersebut agar manusia berpikir bahwa Al-Quran itu diturunkan bagi umat manusia agar mereka tunduk dan takut kepada Allah. Sebagaimana dalam tafsir Al-Ibriz dijelaskan bahwa: “Umpomo ingsun Allah Ta’ala nurunake Al-Quran iki atas gunung (lan gunung mau katitahake nduwe pengertian koyo manungso) sing mesthi bakal ningali gunung itu, katon khusyu’ tur pecah, sangking wedine marang Allah Ta’ala. Tepo tulodho kang wis tinutur mau, Ingsung ndadekaken kanggo manungso, supoyo poro manungso podho gelem podho mikir (banjur podho gelem iman)”.

       Dalam tafsirnya K. H. Bisri Musthofa mengartikan secara gamblang bahwa jika Allah memberikan perumpamaan apabila Al-Quran diturunkan di atas gunung. Pasti gunung tersebut khusyu’ juga pecah dari rasa takutnya kepada Allah Ta’ala. Hal ini dapat menjadikan manusia mau berpikir serta beriman. Kemudian, dalam tafsir Al-Ibriz terdapat tambahan penafsiran pada ayat ini, sebagaimana berikut:

(Tanbihun) khusyu’ lan pecah iku tegese: khusyu’ kerono ngrungu janji-janjine Al-Quran. Pecah, kerono ngrungu ancaman-ancamane. Ayat iki dimaksud kanggo ngelingake manungso, kerono atos atine lan kurang khusyu’e naliko moco Al-Quran lan anggone mengo sangking angen-angen larangan-larangane Al-Quran.

       Maksud dari tafsiran di atas ialah, menjelaskan tentang khusyu’ dan pecah dalam ayat tersebut. Khusyu’ dalam ayat ini disebabkan karena mendengar atau memahami janji-janji yang ada di dalam Al-Quran, kemudian pecah dikarenakan mendengar dan memahami ancaman-ancaman Al-Quran. Selain itu, K. H. Bisri Musthofa juga menjelaskan bahwa ayat tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan manusia yang keras hatinya dan kurang khusyu’ dalam membaca Al-Quran serta cara manusia memahami larangan-larangan dalam Al-Quran.

       Dari sini, pasti para pembaca sudah memahami bagaimana pentinya khusyu’ dalam membaca Al-Quran. Jika kita sudah terbiasa membaca Al-Quran bahkan sudah lancar dalam membacanya atau sudah dapat menghafal Al-Quran, akan lebih baik mulai sekarang membaca atau menghafal Al-Quran dengan khusyu’, dengan hati-hati sambil memahami apa yang ingin Al-Quran sampaikan melalui ayat-ayatnya. Jika kita sudah berhasil melakukan hal tersebut, maka hati kita akan tentram, hidup kita menjadi berkah dengan tuntunan dari Al-Quran, serta sholat kita juga akan menjadi khusyu’. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Israa’ ayat 109

وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا ۩

Artinya: Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’. (Q. S. Al-Israa’ (17): 109)

Menurut penjelasan tafsir Al-Ibriz yaitu, “Dheweke podo njungkel sujud, podo nangis jalaran ngrungu pitutur-pituture Al-Quran, lan Al-Quran kang dirungu iku malah nambahi khusyu’e wong-wong iku, amergo olehe podho tawadhu’ marang Allah Ta’ala.

       Dari penjelasan tafsir Al-Ibriz di atas, bahwa orang-orang yang membaca Al-Quran dan mau memahami makna Al-Quran pasti akan sujud dan menangis karena mendengar dan memahami ayat-ayat Al-Quran. Hal itulah yang membuat sholat serta cara hidup manusia menjadi lebih khusyu’ serta lebih tawadhu’ kepada Allah Ta’ala.

       Dengan demikian, penulis berharap dapat saling mengingatkan terhadap sesama muslim, dimulai dari membiasakan diri untuk khusyu’ dalam membaca Al-Quran. Sebagaimana dalam syi’ir “tombo ati” yang salah satu syarat ketentraman hati adalah moco Quran lan maknane (membaca Al-Quran disertai dengan memahami maknanya). Sehingga benar dikatakan bahwa Al-Quran itu bisa menjadi obat dan kita bisa menjadi dokternya tanpa perlu ke dukun, yaitu dengan membaca Al-Quran sambil memahaminya. Selain menjadi obat hati, membaca sambil memahami Al-Quran juga dapat menumbuhkan sifat tawadhu’ dalam diri kita, dapat menambah ke-khusyu’-an kita serta meningkatkan keimanan kita kepada Allah Ta’ala.

@Laili Nur Hidayah – Semester 6

Explore More

Hukuman Seorang Hamba Mendustakan Ajaran Allah

Oleh Soheb Nur hafid IAT 5B Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)[1] dusta adalah perkataan yang tidak benar, bohong. Dewasa ini tentu sudah menjadi kebiasaan melakukan perbuatan tersebut, walaupun sudah mengetahui

Konsep Toleransi Beragama dalam Tafsir Al-Ibris QS Al- Mumtahanah ayat 8

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku

Pemanfaatan Waktu Dalam Tafsir Al-Ibriiz

Banyak di era sekarang orang-orang yang tidak mengharagai waktu dengan baik. Contoh bermain game sampai lupa melakukan kewajibannya. Lantas bagaimana pesan-pesan Mbah Bisri musthofa dalam mengharagai waktu? QS. Al-Asr ayat