Oleh Siti Lailatul Fitria

Melakukan segala sesuatu dengan berlebihan tentu bukanlah suatu perbuatan baik. Dalam Islam disyari’atkan kepada umatnya untuk menjalankan suatu hal dengan seimbang, menengakkan sesuatu dengan takaran yang berimbang, tidak kurang maupun berlebih. Dalil-dalil mengenai syariat tersebut telah disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an dan hadis,yang menyeru ummat Islam untuk adil, moderat, berimbang juga tidak berlebihan.

Fenomena keagamaan akhir ini menarik penulis untuk membahasnya. Ada beberapa kelompok yang dirasa berlebihan dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam. Yang menandakan bahwa masih banyak diantara masyarakat muslim yang belum begitu memahami makna yang sesuggunya tentang berlebihan dalam bersikap terutama dalam bidang agama sehingga sebagian umat muslim masih terjebak dalam perilaku yang melebihi batas kewajaran. Hal ini telah dijelaskan Allah dalam kalamnya.
Menurut Imam Ibn Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya yang berjudul jami’ al-Bayan fi Ta’wil ay al-Qur’an, mengartikan dalam surat Al-Baqarah ayat 143 mengatakan bahwa Allah mensifati umat Islam dengan wasat (tengah) karena posisi pertengahan mereka dalam beragama. Mereka bukan ekstrimis seperti Nasrani yang ekstrim dalam hal peribadatan dan perkataan mereka mengenai Isa, dan mereka bukan juga seperti Yahudi yang ekstrim hingga mengubah-ubah kitab Allah, membunuh para Nabi, berdusta atas nama Tuhannya, juga Kufur terhadap Allah. Namun umat Islam adalah pertengahan yang adil dalam segala hal baik duniawi maupun ukhrawi. Oleh karena itu, Allah mensifati mereka dengan pertengahan, yang mana lebih disukai Allah.
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 77 serta dalam surat An-Nisa’ ayat 171.Yang dengan secara Allah menentang sikap berlebihan terhadap Isa serta menjelaskan yang sebenarnya mengenai Isa, yang mana sesungguhnya Isa adalah utusan Allah yang memiliki sifat seperti Rasul Allah yang lainnya. Begitupun orang yahudi.Allah menentang keras sikap berlebih-lebihan mereka tentang Isa.Mereka menuduh ibunya, melecehkan dakwahnya juga mengingkari risalahnya. Dalam hal ini Allah telah memperingati ahli kitab mengenai hakikat Isa al-Masih.

Seperti dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. diceritakan bahwasannya ada tiga orang sahabat yang saling bercengkrama dengan mengatakan masing-masing melakukan shalat malas secara terus-menerus, berpuasa sepanjang masa dan tidak berbuka, serta menjauhi perempuan sehingga tidak menikah selamanya. Namun hal itu diketahui oleh Nabi dan beliau berkata: “Kalian yang telah mengatakan demikian, demi Allah Ta’ala, sesungguhya aku adalah orang yang paling takut pada Allah di antara kalian dan orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Tetapi, aku tetap berpuasa dan berbuka, aku mengerjakan sholat dan tidur, dan aku pun menikahi perempuan.Maka, barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku, berati ia bukan dari golonganku”. (HR. Bukhari). Dari hadis ini dapat digaris bawahi bahwa Allah melarang beribadah dengan berlebihan, memberat-beratkan diri.Karena Allah tidak akan memberatkan hambanya melainkan sesuai dengan kadar kemampuan hambanya.
Dari sikap berlebihan tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan benih-benih ekstrimisme. Hal tersebut bisa ditandai dengan sikap fanatic terhadap salah satu pandangan, yang dikhawatirkan akan menganggap selain pandangannya adalah salah apalagi hingga menimbulkan suatu perpecahan. Ada beberapa faktor yang menimbulkan sikap ekstrim diantaranya kurangnya pemahaman akan ajaran Islam, kejiwaan serta pendidikan yang mencakup tabiat dan lingkungan yang keras, bersangkut dengan keadaan sosial, politik yang tidak sesuai atau tidak sepemikiran, dan yang selanjutnya adalah ajaran Islam yang telah sejak dini dianut adalah ajaran yang keras (kaku), yang dipahami hanya secara literalis. Dengan faktor, dampak yang ditimbulkan maka Allah melarang sikap berlebihan dalam hal apapun termasuk agama dengan firmannya dalam beberapa surat dalam Al-Qur’an.

Explore More

Pandangan Bisri Mustofa tentang Kebaikan Akhirat (Kajian Tafsir Al-Ibriz Q.S Al-Baqarah Ayat 201)

Kebaikan dunia sekaligus akhirat menjadi impian yang besar semua umat muslim. Kebaikan akhirat sendiri merupakan buah kebijaksanaan manusia yang diharapkan kepada Allah SWT. untuk kehidupan haqiqi akhirat sebagai wujud hamba

HIJAB

Oleh Muhammad Bahrul Nur aziz یٰأَٓیَھُّاَ ٱلنبَّىُِّ قلُ لِّأزَْوَٰجِكَ وَبنَاَتكَِ وَنسَِاءِٓ ٱلْمُؤْمِنیِنَ یدُْنیِنَ عَلیَْھِنَّ مِن جَلٰبَیِبھِِنَّ ذَٰلكَِ أدَْنىَٰٓ أنَ یعُْرَفْنَ فلََا یؤُْذَیْنَ وَكَانَ ٱﻟﻠہَّ غَفوُرًا رَّحِیمًا “Hai Nabi, katakanlah kepada

Idul Fitri di Tengah Pandemi, Nekat Silaturrahmi?

“Siro kabeh podhoho nyawijikake ing Allah, ojo podho nyekutukake opo-opo. Lan ambagusono marang wong tuo loro, kerabat-kerabat, anak yatim, wong-wong miskin, tonggo kang parek, (cepak, cedhak, caket), tonggo adoh, lan