Kebaikan dunia sekaligus akhirat menjadi impian yang besar semua umat muslim. Kebaikan akhirat sendiri merupakan buah kebijaksanaan manusia yang diharapkan kepada Allah SWT. untuk kehidupan haqiqi akhirat sebagai wujud hamba yang beriman. Upaya yang dapat dilakukan dalam mencapai kebaikan di akhirat, yaitu diawali dengan membersihkan dosa-dosa pada diri atau disebut dengan Tazkiyat al-Nafsi. Upaya tersebut dalam ajaran islam sering disebut dengan “Taubat”.

Tobat sendiri memiliki pengertian sebagai upaya introspeksi diri tentang pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan dan menyatakan penyesalan serius dari lubuk hati, serta mempunyai tekad untuk tidak mengulangi lagi pada waktu yang mendatang. Kemudian seorang muslim memperbanyak doa guna meraih kebaikan dari Allah SWT. di akhirat. Pernyataan tersebut sejalan dengan firman Allah SWT. Q.S al-Baqarah ayat 185, yang artinya “Apabila hambaku, bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka katakan kepada mereka bahwa Aku sangat dekat dengannya, Aku akan mengabulkan doa hamba-Ku, apabila mereka itu mau berdoa, mau mengabulkan atau melaksanakan (segala sesuatu yang Aku bebankan kepada mereka) dan mereka tetap yakin dan beriman kepada-Ku”. Selain dengan berdo’a, kebaikan akhirat dicapai dengan bersabar dan bertawakal.

Berdasarkan penelusuran dari berbagai literatur dapat diketahui bahwa poin tentang kebaikan akhirat banyak termuat dalam kitab suci al-Qur’an, salah satunya terdapat dalam Q.S al-Baqarah ayat 201. Berikut uraian tentang Q.S al-Baqarah ayat 200-202 penafsiran Bisri Mustofa dalam kitab Tafsir al-Ibriz, namun pada penelitian ini akan dikhususkan pada pembahasan ayat 201 yaitu tentang kebaikan akhirat.

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ . وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِوَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berdzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu bahkan berdzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,” dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun. Dan di antara mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka. Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah Maha Cepat perhitungan-Nya.”

Terjemah dalam Tafsir al-Ibriz: “Yen wus rampung anggone siro podho nglakoni ibadah haji, supoyo podho ngakeh-ngakehaken eling marang Pengeran. Saweneh menungso ono kang nyuwun kaenakan ono ning dunyo sarasan nanging ora oleh bagian nikmat akhirat. Nanging saweneh-maneh ono kang nyuwun bagus ndunyone lan bagus akhirote. Yo wong-wong kang mengkono iku, wongwong kang oleh bagian saking amale. Allah Ta’ala iku rikat hisabe”

Terjemahan tafsiran: Ketika kamu sudah menyelesaikan ibadah haji, kamu harus mengingat Tuhan. Sebagian manusia meminta kesenangan arah di dunia tetapi tidak mendapatkan bagian dari kesenangan akhirat. Tetapi ada orang yang meminta kebaikan dunia dan kebaikan di akhirat. Orang-orang yang melakukannya mereka yang menjadi bagian dari amalnya. Allah SWT cepat dalam perhitungannya.

Di antara tiga ayat tersebut saling berkesinambungan satu sama lain, yaitu tentang do’a kebaikan di dunia dan di akhirat. Pemaparan tersebut menyatakan bahwasanya Allah SWT memerintahkan kepada seluruh hamba-Nya untuk senantiasa mengingat Allah SWT ketika telah usai menunaikan rukun islam yang kelima yaitu ibadah haji. Sebab perintah tersebut bermula saat kaum musyrikin yang memiliki kebiasaan memuji dan membangga-banggakan sesama keturunannya, serta berdo’a hanya untuk kebaikan di dunia.

Pada ayat selanjutnya, Allah SWT menunjukkan kebiasaan yang lebih baik yaitu tentang himbauan untuk berdo’a dengan meminta kebaikan di dunia sekaligus kebaikan di akhirat, serta juga memohon untuk dijauhkan dari api neraka. Dan sesungguhnya golongan dari orang yang beriman tersebut mendapat pujian dari Allah SWT serta mendapatkan balasan kebahagiaan dari segala apa yang telah diusahakan. Kebaikan akhirat yang telah tersirat dalam al-Qur’an, yaitu dalam pemaparan tafsir al-Ibriz dimana seseorang yang menjadikan akhirat sebagai prioritas, maka ia akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Akan tetapi sebaliknya terhadap orang yang memprioritaskan dunia, maka ia akan hanya mendapatkan kebaikan di dunia saja.

Selanjutnya menurut Ibn Katsir dalam Tafsir ibn Katsir menjelaskan bahwasanya makna dari kebaikan di akhirat adalah diselamatkan dari siksa dan penderitaan di alam kubur, dimudahkan saat perhitungan amal kelak di yaumul hisab, rasa aman saat pengadilan segala amal perbuatan di padang mahsyar, dan kebaikan yang tertinggi adalah masuk ke dalam surga dan mendapatkan ridha dari Allah SWT. 

Dalam tafsir Jalalain, telah dijelaskan bahwa manusia terlalu asyik dengan kesibukan dunia. Padahal hal-hal yang ia banggakan saat di dunia, tidak akan menjadi jaminan kehidupan di akhirat. Seseorang yang berupaya mementingkan dunia daripada akhirat, akan ada balasan berupa siksa yang keras untuknya. Bahkan jika ia mengetahui jika dunia mempunyai sifat menipu, sungguh mereka akan berbondong-bondong meninggalkannya. Seperti dalam firman Allah SWT. Q.S al-An’am ayat 32.

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Artinya: “Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?”

Setiap umat yang memiliki keimanan terhadap Allah SWT yang Maha Kuasa pasti tidak akan terlepas dari perihal menyembah dan memohon kepadaNya. Menyandarkan diri serta melangitkan permohonan lewat do’a telah menjadi kewajiban bahkan juga menjadi kebutuhan seorang hamba. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda: “Do’a adalah inti ibadah”. Hadis tersebut menjelaskan bahwa apabila seseorang melaksanakan ibadah namun tidak berdo’a, maka ibadah tersebut menjadi tidak bermakna atau sia-sia. 

Dalam hal ini, Rasulullah SAW juga mencontohkan do’a yang sering beliau lantunkan, sebagaimana yang dikutip dalam hadis yang diriwayatkan dari Anas, Ia berkata, ‘Kebanyakan do’a yang dibaca Rasulullah SAW adalah ‘Allahumma, atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qina ‘adzabannar’”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Do’a tersebut sering disebut dengan “Do’a sapu jagat”, dimana juga tertulis dalam Q.S al-Baqarah ayat 201. Dalam do’a ini telah mencakup kebaikan di dunia sekaligus kebaikan di akhirat, menyebutkan hidup yang bernotabene hasanah adalah ketika Allah SWT melimpahkan kasih sayang, kesejahteraan, serta keridhaan terhadap hidup hamba-Nya. Kekayaan, kehebatan, dan kejayaan bukan termasuk dalam maksud do’a tersebut.

Kesimpulan

Kebaikan akhirat merupakan buah kebijaksanaan manusia yang diharapkan kepada Allah SWT. untuk kehidupan haqiqi akhirat sebagai wujud hamba yang beriman. Kebaikan yang diharapkan oleh setiap umat yang mempunyai keyakinan akan kehidupan haqiqi selanjutnya yaitu surga. Kebaikan akhirat itu ketika Allah SWT. melimpahkan kasih sayang, kesejahteraan, serta keridhaan terhadap hidup hamba-Nya. Dan kekayaan, kehebatan, dan kejayaan adalah kebaikan di dunia semata. Dalam Q.S al-Baqarah ayat 200-202 telah dijelaskan bagaimana perbedaan kebiasaan kaum musyrikin dan kaum muslimin. Kebiasaan buruk kaum musyrikin yang memanjatkan do’a hanya untuk kebaikan dunia, di mana kemudian Allah SWT. singgung dengan menunjukkan kebiasaan yang lebih baik darinya yaitu kebiasaan kaum muslimin yang selalu memohon kebaikan dunia sekaligus kebaikan akhirat. Dan sungguh nyata Allah SWT. telah memberikan pujian terhadap kaum tersebut.

@Maziyatul Hikmah – Semester 6

Explore More

Ayat Tentang Penyesalan di Akhirat

Oleh Soheb Nur hafid Mahluk Allah yang berada dalam golongan manusia diturunkan kebumi oleh-Nya bukan semata-mata karena telah melanggar apa yang dilarang Allah ketika berada di surga, akan tetapi tujuan

Konsep Kepemimpinan dalam Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka

Irfatun Nadzifah Definisi tentang pemimpin memiliki banyak variasi dan banyak yang mencoba untuk mendefinisikan tentang pemimpin ini. Pemimpin adalah orang yang memiliki segala kelebihan dari orang-orang lain. Pemimpin dalam pandangan

Catatan Amal Perbuatan di dalam Akhirat

Setiap perbuatan yang dilakukan oleh hamba Tuhan di dalam dunia ini pasti memiliki tanggung jawab yang akan diterimanya di akhirat kelak, entah itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Tanggung jawab