Mengenal Bunuh Diri
Bunuh diri dalam bahasa Inggris: suicide, berasal dari kata Latin suicidium, dari sui caedere, yang berarti “membunuh diri sendiri” adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri sering kali dilakukan akibat putus asa, yang penyebabnya sering kali dikaitkan dengan gangguan jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, ketergantungan alkohol/alkoholisme, atau penyalahgunaan obat. Faktor-faktor penyebab stres antara lain kesulitan keuangan atau masalah dalam hubungan interpersonal sering kali ikut berperan. Upaya untuk mencegah bunuh diri antara lain adalah dengan pembatasan akses terhadap senjata api, merawat penyakit jiwa dan penyalahgunaan obat, serta meningkatkan kondisi ekonomi.
Angka kematian dengan cara bunuh diri masih menjadi perhatian di dunia. Bahkan menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan jumlah angka kematian akibat bunuh diri di dunia mendekati 800.000 per tahun hampir 1 kematian setiap 40 detik. Tak terkecuali di Indonesia, pada 2018 tercatat 265 juta orang meninggal dunia akibat bunuh diri. Jika diasumsikan, rata-rata sekitar 9.000 kasus kematian dengan bunuh diri terjadi di Indonesia. Bahkan data Kemenkes kembali mencatat keinginan untuk bunuh diri telah menyasar anak pada kisaran SMP sampai SMA, dari hasil survei 10.837 responden, sebanyak 4,3 persen lali-laki dan 5,9 persen perempuan memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Ada beberapa contoh kasus bunuh diri yang terjadi dengan latar belakang yang berbeda. Salah satunya adalah kasus eorang pemuda nekat mengakhiri hidupnya sembari merekamnya melalui siaran langsung Facebook. Sebelum bunuh diri, pemuda berinisial MTA (22) itu kerap menyampaikan ancamannya kepada sang kekasih. Ia memberi ancaman jika ada keinginannya yang tidak dipenuhi sang kekasih. Pemuda asal Makassar itu akhirnya berada pada titik puncak amarahnya saat suatu keinginannya tidak dikabulkan sang pacar hingga ia nekat gantung diri di lantai dua rumahnya, Jl Kuta Cani Baruga, Kelurahan Antang, Kecmatan Manggala, Makassar, pada 15 Agustus 2020.
Bunuh diri merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk mengakhiri hidupnya. Tidak semua masyarakat dapat menerima dengan tindakan bunuh diri, meskipun dapat kita jumpai dimana saja dan kapan saja. Fenomena yang terjadi seseorang dapat melakukan bunuh diri karena adanya ikatan sosial atau norma yang sesuai atau tidak sesuai baginya dalam hubungan sosial di masyarakat.
Hampir di berbagai belahan dunia pernah terjadi fenomena bunuh diri baik yang dilakukan secara sendiri atau pun massal. Perilaku tersebut dimaknai sebagai perilaku yang ditandai oleh adanya gejala-gejala sosial yang tidak sesuai dengan pandangan dari hidupnya, sehingga melakukan aksi bunuh diri.
Menurut Durkheim, angka bunuh diri dalam tiap masyarakat yang dari tahun ke tahun cenderung relatif konstan merupakan suatu fakta sosial. Angka bunuh diri disebabkan kekuatan yang berada di luar individu. Perubahan-perubahan dalam tingkat integrasi dalam suatu masyarakat secara empiris dinyatakan dalam berbagai cara. Satu manifestasi utama yang dianalisa Durkheim secara intensif adalah perubahan dalam angka bunuh diri. Misalnya, apabila solidaritas organik menurun dan tingkat anomi dalam masyarakat naik, angka bunuh diri cenderung naik.
Solidaritas merupakan ikatan sosial yang terbentuk dalam masyarakat dimana mempunyai jiwa kesadaran kolektif kuat atau lemah. Semakin kuat tingkat kesadaran kolektif maka integrasi sosial semakin tinggi. Akan tetapi jika kesadaran kolektif lemah, maka integrasi sosial semakin turun. Menurut Edi dan Biroli , integrasi sosial merupakan suatu kesatuan yang ada di masyarakat, dimana masyarakat mempunyai harapan dan dambaan agar tercipta situasi keteraturan sosial. Dengan demikian, jika integrasi sosial yang berjalan dalam masyarakat berjalan secara seimbang maka akan tercipta keharmonisan. Akan tetapi integrasi sosial yang sangat kuat atau lemah menjadi penyebab tersendiri bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Keadaan ekonomi juga sangat mempengaruhi terhadap tindakan bunuh diri, masyarakat menjadi bingung dan kacau. Struktur sosial yang ada tidak bisa memberikan peredaman dalam sebuah ketegangan masyarakat. Disamping itu keadaan fatalistic juga sangat mempengaruhi dalam tindakan seseorang melakukan bunuh diri. Bunuh diri terjadi karena adanya gejala-gejala sosial di masyarakat. Barang siapa tidak bisa mengikuti terhadap arus sosial maka akan terkungkung dan menjadi pribadi yang lemah. Manusia selayaknya hidup dalam keadaan sosial yang tidak terlalu kuat atau lemah dalam integrasi sosial, begitu juga dengan nilai-nilai dan norma yang berjalan dengan sewajarnya sesuai batas-batas individu dalam masyarakat.
Faktor sosial sangat mempengaruhi sekali mengapa seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Gejala-gejala sosial sangat berpengaruh dalam diri individu ketika mempunyai hubungan sosial dalam masyarakat. Segala bentuk integrasi sosial yang kurang atau berlebihan akan mempengaruhi terhadap tindakan yang dilakukan oleh manusia. Selain itu adanya aturan yang tercipta, baik yang sangat kuat atau yang melemah juga mempunyai dampak tersendiri bagi masyarakat.
Durkheim merumuskan empat tipe bunuh diri yaitu: Egoistic suicide, yaitu suatu tindakan bunuh diri karena merasa kepentingan individu lebih tinggi daripada kepentingan kesatuan sosialnya. Altruism suicide, yaitu dengan adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang satu dengan yang lainnya, maka menciptakan masyarakat yang memiliki integrasi yang kuat. Anomie suicide, yaitu lebih terfokus pada keadaan moral dimana individu yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya. Fatalistic suicide, yaitu terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan.
Hukum Bunuh Diri
Bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok tidak mengenal jenis kelamin, usia, asal-usul daerah, dan latar belakang keluarga. Tindakan bunuh diri yang dilakukan dapat dijumpai pada laki-laki atau perempuan, tidak mengenal usia baik kecil atau yang sudah dewasa. Selain itu daerah dimana ia tinggal juga bisa berasal dari daerah mana saja. Sedangkan orang yang mempunyai latar belakang status sosial miskin atau kaya juga dapat dijumpai bahwasannya seseorang tersebut dapat melakukan aksi bunuh diri. Hal tersebut menggambarkan bahwa yang sangat menentukan pada tingkatan bunuh diri adalah integrasi sosial dan norma yang berlaku dalam masyarakat
Nyawa manusia, bahkan seluruh jiwa raganya adalah milik Allah yang diamanatkan kepada masing-masing manusia. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menjual nyawa tersebut, karena bukan miliknya. Nyawa pun tidak boleh dipisahkan dari badan kecuali atas izin Allah, misalnya dalam peperangan membela kebenaran atau pelaksanaan sanksi hukum. Atas dasar ini, maka membunuh diri pun dilarang keras oleh Allah. Hal ini terdapat dalam QS. An-Nisa’ ayat 29-30 yang dijelaskan dalam Tafsir Al-Ibriz sebagai berikut:
“Siro kabeh ojo podho mangan bondho kang hasil saking dalam batal koyo ribo lan ghosob umpamane. Tetapi bondho kang hasil dagang saking ridhong-ridhong iku kepareng. Lan siro kabeh ojo podho ngendhat (bunuh diri). Satemene Allah Ta’ala iku welas marang Siro kabeh. Sing sopo wonge ngelakoni perkoro Kang dilarang mau hale nglewati Wates zholim, wong mau bakal dijegurake neroko, koyo wong kono iku kanggo Allah Ta’ala gampang”
Menjauhi atau menghindari perbuatan yang dapat membahayakan diri sendiri merupakan hal yang wajib dilakukan. Sebaliknya harus menjauhi dan menghindari sesuatu perbuatan yang dapat membawa diri kepada kehancuran dan kebinasaan. Islam menghendaki kepada setiap muslim hendaknya selalu optimis dalam menghadapi setiap musibah. Oleh karena itu Islam tidak membenarkan dalam situasi apa pun untuk mengakhiri hidup dengan cara yang dipaksakan, hal ini sesuai dengan pokok-pokok ajaran Islam yang melindungi kepentingan manusia melalui lima prinsip (dharûriyât al-khamsah) yakni, Hifzh al-dîn atau menjamin kebebasan beragama, Hifzh al-nafs atau memelihara kelangsungan hidup, Hifzh al-‘aql atau menjamin kreatifitas berfikir, Hifzh al-nasl atau menjamin keturunan dan kehormatan, Hifzh al-mâl atau kebebasan memiliki harta.
Ulama fiqh menetapkan bahwasanya dosa membunuh diri sendiri lebih besar dari pada dosa membunuh orang lain, dan pelakunya dianggap fâsiq karena dia menginginkan hal tersebut untuk dirinya sendiri. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa pelaku bunuh diri tidak boleh dimandikan dan dishalatkan. Meskipun ada pendapat yang mengatakan jika orang yang melakukan bunuh diri hingga akhir hayatnya tetap mengucapkan dua kalimat syahadat, maka dia tetap diperlakukan sebagai Muslim, dishalati, dan dimakamkan dalam pekuburan Islam. Dia bukan kafir dalam istilah hukum, dan bukan pula musyrik. Dia dinamai muslim yang durhaka. Mendoakannya pun tidak terlarang, karena yang terlarang didoakan setelah kematiannya hanyalah orang musyrik atau orang yang mempersekutukan Allah swt. sedangkan membunuh dirinya sendiri, tidak mengakibatkan kemusyrikan.
Akibat Bunuh Diri
Apabila manusia mengenal logika Islam bahwa kematian bukanlah ujung perjalanan melainkan awal perjalanan tanpa ujung dan batas, maka mereka akan mengetahui bahwasanya bunuh diri sama sekali tidak akan membantu manusiamenyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Di samping itu, tiada satu pun, termasuk berbagai kesulitan hidup, yang berharga di dunia ini yang melebihi harga jiwa yang direnggutnya dengan bunuh diri.
Dengan bunuh diri, seseorang akan merasakan penderitaan tiga kali, yaitu penderitaan di dunia yang mendorongnya berbuat seperti itu, penderitaan menjelang kematiannya, dan penderitaan yang kekal di akhirat nanti. Penderitaan di dunia seperti mengalami depresi yang mendalam, putus asa, tidak memiliki motivasi dan semangat hidup, dan sebagainya membuatnya tidak bisa menikmati indahnya kehidupan. Selain merasakan penderitaan ketika hidup, pelaku bunuh diri juga akan mengalami penderitaan yang tidak kalah pedihnya sebelum mati atau ketika ruh berpisah dengan jasadnya (sakarât al-maut). Dalam keadaan mati mendadak, seperti bunuh diri, sakarât al-maut itu hanya terjadi beberapa saat dengan singkat, yang mengalaminya akan merasa sangat sakit karena kematian yang dihadapinya ketika itu diibaratkan oleh Nabi saw. seperti “duri yang berada dalam kapas, dan kemudian dicabut dengan keras.” sebagai isyarat kematian secara mendadak.
Hal ini juga didukung oleh beberapa Hadis, diantaranya: “Barangsiapa menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung sehingga membunuh dirinya, maka di dalam neraka Jahannam dia (juga) menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung. Dia akan tinggal di dalam neraka Jahannam selama-lamanya. Barangsiapa meminum racun sehingga membunuh dirinya, maka racunnya akan berada di tangannya. Dia akan meminumnya di dalam neraka Jahannam. Dia tinggal di dalam neraka Jahannam selama-selamanya. Barangsiapa membunuh dirinya dengan besi, maka besinya akan berada di tangannya. Di dalam neraka Jahannam ia akan menikam perutnya. Dia akan tinggal di dalam neraka Jahannam selama-lamanya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Selanjutnya terdapat dalil hadits, yaitu: Dari Abu Hurairah ra, katanya Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang bunuh diri dengan senjata tajam, maka senjata itu akan ditusuk-tusukannya sendiri dengan tangannya ke perutnya di neraka untuk selama-lamanya; dan siapa yang bunuh diri dengan racun, maka dia akan meminumnya pula sedikit demi sedikit nanti di neraka, untuk selama-lamanya; dan siapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gunung, maka dia akan menjatuhkan dirinya pula nanti (berulang-ulang) ke neraka untuk selama-lamanya.” (HR.Muslim)
Dari Syaiban ra, dia mendengar Hasan ra, bercerita : “Masa dulu, ada seorang laki-laki keluar bisul. Ketika ia tidak dapat lagi menahan sakit, ditusuknya bisulnya itu dengan anak panah, menyebabkan darah banyak keluar sehingga ia meninggal. Lalu Tuhanmu berfirman : Aku haramkan baginya surga.” (Karena dia sengaja bunuh diri.) Kemudian Hasan menunjuk ke masjid sambil berkata, “Demi Allah! Jundab menyampaikan hadits itu kepadaku dari Rasulullah saw di dalam masjid ini.” (HR. Muslim)
Penderitaan yang paling berat bagi pelaku bunuh diri adalah kekekalan mereka di neraka nanti. Seperti yang sudah dijelaskan pada Tafsir Al ibriz QS. An Nisa’ ayat 30 tadi, bahwa orang yang melakukan bunuh diri akan dimasukkan kedalam neraka. Allah dan Rasul-Nya mengancam para pelaku bunuh diri yang membunuh dirinya, mempercepat hidupnya, dan menghilangkan nyawa dengan berbagai siksa di akhirat, pada hari semua makhluk berdiri menghadap Tuhan semesta alam. Dia menjadi orang yang dilaknat dan dijauhkan dari rahmat Allah, dan surga adalah haram baginya, dia dikekalkan di neraka, dan siksaannya adalah dengan menggunakan sesuatu yang digunakannya untuk membunuh dirinya dan menghilangkan nyawanya.
Refleksi Ayat Tentang Bunuh Diri Dalam Kehidupan
Setiap manusia yang hidup di dunia pastinya tak terlepas dari cobaan. Kondisi ini sangatlah wajar. Ada orang yang mendapatkan cobaan ringan, sedang dan adapula yang berat. Semua itu terjadi semata-mata karena Allah Ta’ala ingin menguji seberapa kuat iman kita. Sebagaimana penjelasan dalam Tafsir Al Ibriz: ” kepriye toh opo wong podong ngiro Yen deweke podo ditinggal (diumbar wes, cukup koyo ngono kuwi) sebab deweke wes podo nyatakake sarono pengucape: ingsun kabeh iman, deweke (banjur) ora dicoba? (ora, ora koyo kuwi dadi iyo mesti dicoba). ( Al-Ibriz QS. Al-Ankabut: 2)
Untuk menghadapi cobaan dalam kehidupan, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan oleh orang beriman. Cobaan harus dihadapi dengan sabar dan berusaha ikhlas. Percayalah bahwa selalu ada hikmah dari setiap perkara. Untuk mencari ketenangan dalam islam dan mendapatkan jiwa tenang dalam islam hendaklah memperbanyak amalan istighfar dan bersyukur terhadap kondisi yang ada. Cara bersyukur menurut islam bisa dengan mengucapkan Alhamdulillah dan menerima apa-apa yang ditakdirkan oleh Allah Ta’ala.
Saat menghadapi kesulitan sebaiknya kita berdoa kepada Allah Ta’ala untuk memohon agar diberikan kemudahan dan kekuatan. Sebenarnya tidak ada cobaan yang melebihi kemampuan kita. Kita hanya perlu berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla. Dan jika perlu lakukan sholat tahajjud untuk muhasabah hati di malam hari.
Sesulit apapun keadaan kita di dunia tetap janganlah berputus asa. Kasih sayang Allah kepada hambaNya sangatlah besar maka itu kita tidak boleh menyerah terhadap rahmat Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dijelaskan dalam dalil: “Katakanlah, Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kita dilarang untuk melakukan perbuatan bunuh diri. Penderitaan yang paling berat bagi pelaku bunuh diri adalah kekekalan mereka di neraka nanti. Allah dan Rasul-Nya mengancam para pelaku bunuh diri yang membunuh dirinya, mempercepat hidupnya, dan menghilangkan nyawa dengan berbagai siksa di akhirat, pada hari semua makhluk berdiri menghadap Tuhan semesta alam. Dia menjadi orang yang dilaknat dan dijauhkan dari rahmat Allah, dan surga adalah haram baginya, dia dikekalkan di neraka, dan siksaannya adalah dengan menggunakan sesuatu yang digunakannya untuk membunuh dirinya dan menghilangkan nyawanya.
@Mujiana Agus Tiningsih – Semester 6