“Opo siro weruh wong kang nggorohake agomo..?Nggorohake anane hisab lan wewales..?Yen ora weruh yoiku lho, wong kang nolak kanthi kasar marang anak yatim kang njaluk bandhane dhewe, lan ora gelem nganjurake aweh mangan wong miskin” (QS. al-Ma’un:1-3)
Dua tahun belakangan dunia dihebohkan dengan adanya wabah penyakit yang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tepatnya akhir 2019 kemarin, wabah tersebut dikabarkan berasal dari salah satu negara di benua Asia yaitu China. Dalam hitungan hari wabah tersebut telah berjalan dari satu negara ke negara lain, sehingga kejadian tersebut disebut sebagai pandemi covid-19. Kurun waktu 2 tahun bukanlah waktu yang cukup singkat bagi sebuah wabah menguasai dunia. Pandemi tersebut membawa banyak sekali perubahan yang signifikan bagi kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi, kesehatan, pendidikan hingga aktivitas sosial.
Keadaan ekonomi dunia seakan mengalami goncangan akibat pandemi yang tak kunjung usai. Contoh yang paling mudah kita temui adalah di negara Indonesia ini sendiri. banyak sekali kejadian miris yang dialami karyawan kelas bawah. Banyak perusahaan yang tiba-tiba memberhentikan karyawannya, bahkan ada yang sampai tidak memberikan uang pesangon pada karyawan yang di PHK. Yang lebih miris lagi adalah masyarakat yang mata pencahariannya sehari-hari sebagai sopir angkutan umum seperti bus. Demi mematuhi peraturan pemerintah untuk memutus rantai penularan virus covid-19, maka terdapat larangan untuk pengoperasian angkutan umum. Hal itu menjadikan yang miskin semakin miskin dan semakin kekurangan. Jangankan memenuhi kebutuhan sekunder, memenuhi kebutuhan primer saja mereka sudah kesulitan.
Selain banyaknya pengangguran dan tingkat kemiskinan meningkat, banyak juga anak-anak yang menjadi yatim atau piatu sebab orang tua mereka meninggal karena terpapar virus covid-19. Dengan demikian bisa diketahui bahwa banyak sekali mereka yang membutuhkan uluran tangan dari para dermawan untuk menunjang hidup mereka. Perintah untuk memberikan makan pada anak yatim dan fakir miskin juga disebutkan
dalam al-Qur’an surah al-Ma’un ayat 1-3, yaitu sebagai berikut:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ . فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ . وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ
Artinya: “1) tahukah kamu orang yang mendustakan agama?, 2) Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, 3) dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.” (QS. al- Ma’un: 1-3)
Seorang ulama’ tafsir nusantara KH. Bisri Mustafa menjelaskan dalam kitab tafsirnya al-Ibriz mengenai maksud dari ayat diatas, yaitu sebagai berikut:
“Opo siro weruh wong kang nggorohake agomo..?Nggorohake anane hisab lan wewales..?Yen ora weruh yoiku lho, wong kang nolak kanthi kasar marang anak yatim kang njaluk bandhane dhewe, lan ora gelem nganjurake aweh mangan wong miskin” (QS. al-Maun: 1-3).
Ayat diatas dijelaskan dalam kitab tafsir al-Ibriz bahwa yang dimaksud orang yang mendustakan agama adalah orang yang menghardik kepada anak yatim dan tidak mau memberi makan kepada orang miskin. KH. Bisri Mustofa juga menyebutkan sebab turunnya ayat diatas dengan tulisan faedah, yaitu sebagai berikut:
“(Faidah) sebab turune ayat iki, Abu Jahal iku dadi kuwoso, nguwasani badhane anak yatim. Barang wus gedhe yatim iku, njaluk bondho hake saking Abu Jahal. Yatim mau ora diwei bandhane nanging malah disentak-sentak kanti kasar.”
Maksud dari keterangan diatas adalah pada saat itu Abu Jahal merupakan seorang yang sangat berkuasa di daerah Mekah, ia juga yang menguasai harta benda anak yatim. Setelah anak yatim tersebut sudah tumbuh besar, ia meminta haknya kepada Abu Jahal. Akan tetapi yang terjadi Abu Jahal tidak memberikan hak dari anak yatim tersebut, memainkan membentak dan memaki-maki anak yatim tersebut dengan kasar. Setelah itu turunlah ayat diatas untuk menegaskan pada perlakuan mereka yang semena-mena kepada anak yatim.
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dari orang lain. Maka dari itu kita dituntut untuk memiliki jiwa sosial yang tinggi. Tenggang rasa pada saudara dan saudari yang membutuhkan sangat diperlukan untuk memupuk tingkat keimanan kita. Selain surah al-Ma’un terdapat juga beberapa surah yang membicarakan hal senada dengan surah al-Ma’un. Seperti surah al-Muddatsir ayat 44, surah al-Haqqah ayat 34, dan surah al-Fajr ayat 18.
Dalam beberapa ayat diatas kita dianjurkan untuk mempunyai kesadaran diri terhadap anak yatim dan orang-orang miskin. Al-Qur’an mengajarkan kita untuk selalu bersikap baik terhadap anak yatim dan orang-orang miskin.
@Dwi Arifatus S – Semester 6